Melihat anaknya
yang selalu terlihat murung, Sang ibu pun bertanya kepada anaknya.
“Nak,
mengapa belakangan ini kamu sering terlihat murung?” sapa Sang ibu.
“Jangan
terus terpuruk seperti itu jika punya masalah, bangkitlah!” Sang ibu memotivasi.
Mendengar
ucapan Sang ibu, Sang anak terdiam. Tak lama, ia pun menjawab dengan suara yang
pelan,
“Aku
terjatuh dan tak bisa bangkit lagi.”
Mendengar
ucapan Sang anak, Sang ibu tak mau menyerah. Ia pun terus berusaha memotivasi
anaknya.
“Kamu pasti bisa bangkit Nak. Jangan
terus larut dan tenggelam dalam masalahmu sendiri”
“Setiap
orang pasti punya masalah, dan kamu pasti mampu mengarunginya.”
Sang anak malah
menundukkan pandangannya, tak sedikit pun ia menatap wajah ibunya yang tersenyum
penuh semangat. Lalu berkata,
“Aku tenggelam dalam lautan luka
dalam.”
Sang ibu pun
mulai memahami kondisi anaknya yang sedang putus asa. Tetapi ia tetap berharap
Sang anak mau bangkit dari masalah yang dihadapinya. Seraya mengusap pundak
anaknya, Sang ibu berkata dengan penuh kelembutan.
“Sedalam apapun masalahmu Nak, pasti
ada jalan keluarnya.”
“Sampaikanlah kepada Ibu, mungkin
ibu bisa membantu.”
Sang anak hanya
terus tertunduk tanpa senyuman. Ia tertekur dengan mata penuh kesenduan. Hanya sedikit
kalimat yang keluar dari mulutnya.
“Aku tersesat dan tak tahu arah
jalan pulang,” ujar Sang anak
seraya menggelengkan kepalanya dengan pelan.
Setelah
berbagai upaya motivasi yang diberikannya, Sang ibu pun mulai terbawa suasana.
Satu keinginan dalam hatinya, anaknya harus bangkit dan menghadapi masalah.
Tetapi, mengapa anaknya tak mau juga mengerti. Dengan nada sedikit memelas, ia
kembali mengingatkan anaknya.
“Nak, hidup ini penuh rintangan.
Jika kamu gampangan seperti ini, bagaimana nanti?”
“Ibu masih di sini bersamamu,
bagaimana jika kelak ibu meninggalkanmu untuk selamanya?”
Mendengar
pertanyaan Sang ibu yang begitu emosional, Sang anak hanya tertegun. Ia pun
mengangkat kepalanya dengan pelan. Ia tatap mata Ibunya, lalu berkata,
“Aku tanpamu, butiran debu,” hanya kalimat pendek itulah yang keluar dari mulutnya.
Kisah fiktif
ini awalnya saya baca dari sebuah buku. Terus terang, saya lupa lagi judul dan
penulis bukunya, namun semoga kisah inspiratifnya menjadi amal jariyah untuk
beliau. Sengaja saya menceritakan kembali kisah ini untuk dapat diambil
pelajaran.
Sejuta motivasi
takkan bermakna. Jika tak ada sedikit pun keinginan yang muncul dari diri kita
sendiri. Sebagaimana manusia dewasa yang tenggelam di kolam sedalam 50 cm.
Hanya akan terjadi jika ia hanya berbaring pasrah, serta tak sedikit pun
berusaha untuk bangkit. Ketika mulai kehabisan nafas, ia pun hanya diam. Ketika
air mulai masuk ke pernafasan dan paru-paru, ia pun hanya terdiam. Tak ada
keinginan untuk bangkit dan berdiri. Kolam dangkal menjadi mematikan, masalah
sepele pun menjadi menakutkan.
Bagi yang tak
mau bergerak dan bangkit. Semua masalah di benaknya menjadi besar. Semua mimpi
dan keinginan seolah menjadi mustahil. Padahal sejuta motivasi ditujukan
kepadanya, ia tetap tak mau bangkit dan bergerak. Padahal, berjuta kemudahan di
balik satu kesulitan sudah merupakan sunnatullah. Allah Swt berfirman, yang
artinya:
“Maka
sesungguhnya bersama (satu) kesulitan itu terdapat (banyak) kemudahan.
Sesungguhnya sesudah (satu) kesulitan itu terdapat (banyak) kemudahan.” (TQS Al Insyirah[94] : 5-6)
Saya sengaja
menambahkan kata berkurung. Penggunaan al ‘usr (memakai alif lam/ bentuk
ma’rifat) dengan yusr (tanpa alif lam/bentuk nakirah) dalam ayat
tersebut mengandung makna kuantitas yang berbeda.
Tak sedikit
dari kita terjebak kalimat blunder yang hanya berujung pada satu kata, yakni
motivasi. “Sejuta motivasi tak berarti jika tanpa aksi. Sejuta aksi tak bernilai
jika tak islami. Amal islami mudah layu jika tak istiqomah. Keistiqomahan pun
mudah patah jika tanpa pengorbanan. Namun, semangat pengorbanan kadang harus
terpancing oleh motivasi yang mengena diri.” Ujung-ujungnya, motivasi lagi.
Memang benar,
tak ada aktifitas/perbuatan tanpa dorongan dan motivasi. Tetapi tidaklah tepat
jika kita selalu mengharapkan motivasi luar yang akan menggerakkan diri kita.
Diri kita bergerak karena motivasi kita. Jika kita diam, sejuta motivasi pun
tak berarti. Sebagaimana yang termaktub dalam kitab mulia, “Allah tidak
mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah apa yang ada di dalam
diri mereka.” (TQS. Ar Ra’du[13]: 11).
Semua ikhtiar
merupakan pilihan kita. Akan tetapi ada beberapa hal yang tak bisa kita lupakan
sebagai manusia. Sifat pelupa selalu melekat pada manusia, karena itulah kita
mesti saling mengingatkan untuk selalu pada track yang benar. Jika kita
menyukai aktifitas menulis, maka bergaullah dengan para penulis. Jika kita
ingin menjaga keshalihan diri, bergaullah dengan orang-orang shalih.
Selanjutnya, sunatullah selalu melekat. Manusia berlari karena ia belajar
berjalan. Manusia berjalan karena ia belajar berdiri. Begitulah sunnatullah,
untuk menjadi ahli dan pakar, kita harus menjadi pembelajar. Semoga bermanfaat.
(Ary H. – Siswa Akademi Menulis Kreatif, 18 Muharram 1438 H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar