Selasa, 28 Maret 2017

Bukan Motivasi

Melihat anaknya yang selalu terlihat murung, Sang ibu pun bertanya kepada anaknya.
“Nak, mengapa belakangan ini kamu sering terlihat murung?” sapa Sang ibu.
“Jangan terus terpuruk seperti itu jika punya masalah, bangkitlah!” Sang ibu memotivasi.
Mendengar ucapan Sang ibu, Sang anak terdiam. Tak lama, ia pun menjawab dengan suara yang pelan,
“Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi.”
Mendengar ucapan Sang anak, Sang ibu tak mau menyerah. Ia pun terus berusaha memotivasi anaknya.
            “Kamu pasti bisa bangkit Nak. Jangan terus larut dan tenggelam dalam masalahmu sendiri”
“Setiap orang pasti punya masalah, dan kamu pasti mampu mengarunginya.”
Sang anak malah menundukkan pandangannya, tak sedikit pun ia menatap wajah ibunya yang tersenyum penuh semangat. Lalu berkata,
            “Aku tenggelam dalam lautan luka dalam.”
Sang ibu pun mulai memahami kondisi anaknya yang sedang putus asa. Tetapi ia tetap berharap Sang anak mau bangkit dari masalah yang dihadapinya. Seraya mengusap pundak anaknya, Sang ibu berkata dengan penuh kelembutan.
            “Sedalam apapun masalahmu Nak, pasti ada jalan keluarnya.”
            “Sampaikanlah kepada Ibu, mungkin ibu bisa membantu.”
Sang anak hanya terus tertunduk tanpa senyuman. Ia tertekur dengan mata penuh kesenduan. Hanya sedikit kalimat yang keluar dari mulutnya.
            “Aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang,” ujar Sang anak seraya menggelengkan kepalanya dengan pelan.
Setelah berbagai upaya motivasi yang diberikannya, Sang ibu pun mulai terbawa suasana. Satu keinginan dalam hatinya, anaknya harus bangkit dan menghadapi masalah. Tetapi, mengapa anaknya tak mau juga mengerti. Dengan nada sedikit memelas, ia kembali mengingatkan anaknya.
            “Nak, hidup ini penuh rintangan. Jika kamu gampangan seperti ini, bagaimana nanti?”
            “Ibu masih di sini bersamamu, bagaimana jika kelak ibu meninggalkanmu untuk selamanya?”
Mendengar pertanyaan Sang ibu yang begitu emosional, Sang anak hanya tertegun. Ia pun mengangkat kepalanya dengan pelan. Ia tatap mata Ibunya, lalu berkata,
            “Aku tanpamu, butiran debu,” hanya kalimat pendek itulah yang keluar dari mulutnya.
Kisah fiktif ini awalnya saya baca dari sebuah buku. Terus terang, saya lupa lagi judul dan penulis bukunya, namun semoga kisah inspiratifnya menjadi amal jariyah untuk beliau. Sengaja saya menceritakan kembali kisah ini untuk dapat diambil pelajaran.
Sejuta motivasi takkan bermakna. Jika tak ada sedikit pun keinginan yang muncul dari diri kita sendiri. Sebagaimana manusia dewasa yang tenggelam di kolam sedalam 50 cm. Hanya akan terjadi jika ia hanya berbaring pasrah, serta tak sedikit pun berusaha untuk bangkit. Ketika mulai kehabisan nafas, ia pun hanya diam. Ketika air mulai masuk ke pernafasan dan paru-paru, ia pun hanya terdiam. Tak ada keinginan untuk bangkit dan berdiri. Kolam dangkal menjadi mematikan, masalah sepele pun menjadi menakutkan.
Bagi yang tak mau bergerak dan bangkit. Semua masalah di benaknya menjadi besar. Semua mimpi dan keinginan seolah menjadi mustahil. Padahal sejuta motivasi ditujukan kepadanya, ia tetap tak mau bangkit dan bergerak. Padahal, berjuta kemudahan di balik satu kesulitan sudah merupakan sunnatullah. Allah Swt berfirman, yang artinya:
“Maka sesungguhnya bersama (satu) kesulitan itu terdapat (banyak) kemudahan. Sesungguhnya sesudah (satu) kesulitan itu terdapat (banyak) kemudahan.” (TQS Al Insyirah[94] : 5-6)
Saya sengaja menambahkan kata berkurung. Penggunaan al ‘usr (memakai alif lam/ bentuk ma’rifat) dengan yusr (tanpa alif lam/bentuk nakirah) dalam ayat tersebut mengandung makna kuantitas yang berbeda.
Tak sedikit dari kita terjebak kalimat blunder yang hanya berujung pada satu kata, yakni motivasi. “Sejuta motivasi tak berarti jika tanpa aksi. Sejuta aksi tak bernilai jika tak islami. Amal islami mudah layu jika tak istiqomah. Keistiqomahan pun mudah patah jika tanpa pengorbanan. Namun, semangat pengorbanan kadang harus terpancing oleh motivasi yang mengena diri.”  Ujung-ujungnya, motivasi lagi.
Memang benar, tak ada aktifitas/perbuatan tanpa dorongan dan motivasi. Tetapi tidaklah tepat jika kita selalu mengharapkan motivasi luar yang akan menggerakkan diri kita. Diri kita bergerak karena motivasi kita. Jika kita diam, sejuta motivasi pun tak berarti. Sebagaimana yang termaktub dalam kitab mulia, “Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah apa yang ada di dalam diri mereka.” (TQS. Ar Ra’du[13]: 11).

Semua ikhtiar merupakan pilihan kita. Akan tetapi ada beberapa hal yang tak bisa kita lupakan sebagai manusia. Sifat pelupa selalu melekat pada manusia, karena itulah kita mesti saling mengingatkan untuk selalu pada track yang benar. Jika kita menyukai aktifitas menulis, maka bergaullah dengan para penulis. Jika kita ingin menjaga keshalihan diri, bergaullah dengan orang-orang shalih. Selanjutnya, sunatullah selalu melekat. Manusia berlari karena ia belajar berjalan. Manusia berjalan karena ia belajar berdiri. Begitulah sunnatullah, untuk menjadi ahli dan pakar, kita harus menjadi pembelajar. Semoga bermanfaat. (Ary H. – Siswa Akademi Menulis Kreatif, 18 Muharram 1438 H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar