Kamis, 04 Agustus 2016

Kutulis Sang Mantan di Atas Bis

Merasakan dikejar-kejar deadline, itung-itung merasakan gaya hidup para penulis terkenal. Deadline pengumpulan sayembara antologi cerpen di Akademi Menulis Kreatif tinggal menghitung hari, yaitu 2 Agustus 2016 jam 24.00 Wib. Padahal saat aku tertidur dalam lelapnya malam, waktu terus berlalu. Hingga saat aku terbangun menjelang shubuh, sudah berpijak pada Selasa tanggal 26 Juli 2016.

Kepala penuh dengan target pribadi dan kerjaan. Ingin menyelesaikan buku perdana, Menulis Perjuangan dan Dakwah (MPD) sebelum Idul Adha, akreditasi di dua sekolah yang berbeda, persiapan mengajar di tahun pelajaran yang baru, serta jarak sekolah yang membutuhkan waktu tempuh sekitar 40 menit dengan sepeda motor. Tapi, berhubung sepeda motor lama sudah terjual, yang baru pun belum ada, terpaksa harus naik bis dengan waktu tempuh 1 jam 15 menit.
Ide-ide terus berkelebat liar di kepala. Rekan-rekan penulis pada curhat terkait deadline yang tinggal menghitung hari, padahal masalah yang sama pula aku hadapi. Tetapi, sempat terpikir juga mengeluarkan cerpen cadangan untuk mengejar deadline. Cerpen “Maafkan Aku Sahabat!” yang telah diupload di blog goresanpenaamk.blogspot.com, itulah cerpen cadanganku untuk sayembara antologi cerpen #2 di AMK. Namun supaya tetap semangat, kuanggap cerpen itu tak ada di folder cerpenku.

Bis AC Ekonomi Tasik-Lebak Bulus, itulah bis yang biasa aku tumpangi untuk sampai ke sekolah. Sekolahku terletak di ujung utara Kab. Tasikmalaya. Aku memilih bis tersebut karena ongkosnya tidak terlalu mahal serta tempat duduk yang nyaman. Tak perlulah aku menuliskan nama PO-nya, ntar disangka iklan.

Orang kepepet biasanya menjadi kreatif, memang begitulah adanya. Tiba-tiba terpikir di kepalaku untuk menulis di atas bis, seraya mengisi aktifitas selama perjalanan. Awalnya sempat ragu, karena beberapa kali aku mencoba mengisi aktifitas di atas bus dengan membaca, kepalaku langsung pusing. Aku pun mencobanya tidak hanya sekali, serta dengan bacaan yang berbeda-beda. Tapi, tetap saja, tidak sampai satu halaman, pusing sudah mendera.

Akhirnya kucoba membuka netbook kecilku. Kubuka file draft buku MPD dan draft cerpen Sang Mantan. Kalimat demi kalimat aku tuliskan untuk menyusun paragrap. Paragrap demi paragrap aku tuliskan untuk mengisi setiap halaman yang kosong di Ms. Word. Tak terasa, satu jam berlalu. Alhamdulillah, tak ada pusing mendera sedikit pun. Tiga halaman kuarto penuh aku tuliskan selama 1 jam, bahkan sudah mau masuk halaman ke-empat. Kondisi bis yang kosong dan luang sangat mendukung. Di antara tatapan kaca bis yang bersih, serta kelebat kendaraan yang berpapasan, ada kebebasan menangkap setiap ide yang lewat.

Alhamdulillah, Sang Mantan pun bisa dilanjutkan beberapa halaman. Begitu pun ide-ide untuk mengisi draft buku MPD pun bisa dituangkan. Ternyata, menulis bisa di mana saja.
Bisa di sela-sela pekerjaan, seperti saat ini. Bisa juga di antara tangisan anak-anak, atau di antara deru dan debu jalanan. Bahkan bisa juga di sela-sela jemput istri dan anak. Ah, tentu tak perlu muluk-muluk. Tulisan ringan seperti ini saja mungkin dapat bermanfaat dan diambil
pelajarannya. aamiiin.

(Ary H.- 5/8/2016. Curhat Fastwriting, menjelang berangkat perjalanan dinas)

 

6 komentar:

  1. Oke. Menulis di mana pun dan kapan pun. ^^

    BalasHapus
  2. Inspiratif...kalau saya nulis di note hp. Sambil jagain bayi main. Biar idenya tidak menguap. Hehehe

    BalasHapus
  3. Inspiratif...kalau saya nulis di note hp. Sambil jagain bayi main. Biar idenya tidak menguap. Hehehe

    BalasHapus
  4. @all: makasih, mari perjuangkan idealita dengan aksi dan kata!

    BalasHapus
  5. Wohoho
    keren, bisa menginspirasi

    BalasHapus