Selasa, 19 Juli 2016

Belajar dari Sang Juara

Sebenarnya saya sangat jarang menonton balapan Moto Grand Prix, atau Moto GP.  Saya juga lupa entah sudah berapa tahun tidak menontonnya. Yang pasti, sudah 2 tahunan tidak ada siaran televisi di rumah. Kebetulan saja sekarang saya sedang di rumah mertua, saya bisa menonton GP Jerman yang berlangsung di Sachsenring (17/7/2016). Balapan yang dimulai dalam kondisi trek basah semakin menghibur para penggemarnya.

Yang menarik dalam balapan tersebut adalah kegigihan Sang Juara, Marquez. Meskipun start di urutan yang pertama tidak menjadikannya mulus menjadi seorang juara. Bahkan pada saat trek uji coba saja, pembalap dari Tim Repsol Honda ini hampir mau terjatuh. Lap pertama pun ia langsung berada pada posisi ketiga. Pengemudi motor Honda RC213V ini pun ketinggalan posisi puncaknya selama 24 lap dari 25 lap balapan. Tidak hanya itu saja, pada lap ke-10 ia hampir saja celaka karena keluar dan hampir terjatuh di jalur pasir, untung saja ia masih bisa mengontrol laju motornya dan kembali ke treknya. Namun tentu hal itu harus dibayar mahal dengan menjadi urutan yang paling bontot. Akan tetapi, kepintaran strateginya masuk pit lebih awal mampu menjadi kuda troya bagi para pesaingnya yang terlena berbalap ria. Strategi inilah yang mengantarkan Sang Juara finish di posisi terdepan dengan waktu tercepat 47 m 3,239 detik, padahal ia hanya memimpin pada lap terakhir saja. 

Kegigihan Sang Juara inilah yang menarik bagi saya. Jika jalur yang telah kita pilih laksana trek balapan, tentu butuh ketetapan hati untuk terus berada dalam lintasan. Apapun yang terjadi, urutan ke berapa pun kita. Jika memang kita ingin sampai ke finish, tentu kita mesti terus bertahan di dalam lintasan. Dalam hidup ini, tidak sedikit orang yang memilih trek yang sama dengan kita, ia start lebih awal tetapi kemudian tertinggal. Atau bahkan hal tersebut menimpa kita sendiri. Kita belajar menulis lebih awal, tetapi ternyata orang lain yang menghasilkan karya terlebih dahulu. Kita duluan belajar bahasa Inggris, ternyata orang lain yang duluan bisa menerjemahkannya. Atau mungkin kita yang duluan belajar bisnis, orang lain yang duluan sukses. Berbagai kejadian tersebut bukanlah hal aneh dalam hidup ini. Tetapi apa yang dilakukan oleh para juara, tiada lain adalah konsisten untuk tetap berada dalam jalur. Meskipun harus menjalankan motornya secara lebih pelan karena trek yang basah, Marquez tetap pada jalurnya. Ia tidak menyerah meskipun harus tertinggal di urutan ke-6, bahkan hal itu ia manfaatkan untuk mengambil masuk pit lebih awal. Ia siapkan strategi dan energi untuk mampu melaju lebih kencang.

Sudah menjadi sunnatullah, tidak mesti orang yang memulai sesuatu lebih awal selalu berada pada posisi terbaik dan terdepan. Dalam menapaki jalur hidup ini, kita juga membutuhkan konsistensi dan komitmen. Syuhada pertama dalam peperangan kaum muslim, bukanlah orang yang pertama masuk Islam, beliau adalah Hamzah Sayyidusy-syuhada. Khalifah kedua, Amirul Mukminin Umar bin Al Khaththab r.a., bukanlah orang pertama masuk Islam. Bahkan pada saat masih jahil, beliau pernah berniat membunuh Nabi Muhammad Saw. Meskipun ada juga orang yang selalu menjadi terdepan dan terbaik seperti sosok Abu Bakar Ash-shiddiq r.a., beliau termasuk kelompok yang pertama masuk Islam, serta sahabat terbaik Rasulullah Saw. Ketiga sahabat ini start masuk Islamnya berbeda, tetapi konsistensi dan komitmen hidup di jalur Islamnya, sama sekali tidak diragukan.  

Jika kita sudah memilih trek ini, yakni menjadi seorang penulis. Mari untuk tetap konsisten dan komitmen untuk bertahan hingga sampai ke finish. Meskipun mungkin ada yang sampai lebih awal dibandingkan yang lain.

Analogi saya bukan berarti menghadirkan kompetisi di antara kita. Ada perbedaan yang nyata antara moto GP dan grup penulis. Jika moto GP terdiri dari berbagai tim yang saling bersaing, grup penulis merupakan satu tim yang saling berbagi. Sehingga yang sampai di finish lebih awal, akan siap berbagi trik kepada rekan yang ada di belakangnya. Sebagaimana persaingan para sahabat Rasulullah Saw. dalam ilmu dan amal.    

Pelajaran selanjutnya yang saya dapat dari Sang Juara moto GP Jerman kemarin. Godaan hidup mungkin bisa membuat kita terlempar keluar jalur. Tidak sedikit yang terjatuh kemudian menyerah. akan tetapi, Sang Juara selalu berusaha kembali ke jalurnya. Sebentar-sebentar mentok menulis itu biasa. Bahkan ketika saya sendirian, belum punya rekan berbagi seperti saat ini, saya sempat berhenti menulis sampai beberapa bulan. Alhamdulillah, saat ini banyak rekan untuk saling membantu dan berbagi. Inilah juga yang membuat saya untuk selalu kembali ke trek ini, trek untuk menjadi penulis hingga finish.

Ada lagi yang lebih menarik. Tertinggal posisi puncak selama 24 lap, bahkan sempat di posisi juru kunci, tidak membuat Marquez minder dan putus asa, ia terus berjuang menggeber motornya. Inilah mental seorang juara. Daripada maratapi posisinya yang tertinggal mending terus meningkatkan percepatan motornya, menyalip lawan-lawannya hingga menjadi yang terdepan. Mental juara inilah yang masti kita tiru. Jika kita main ke toko buku, banyak sekali para penulis yang sudah memiliki buku best seller. Coba bandingkan dengan kita, uiiih masih jauh deh kayaknya. Tetapi, daripada kita memikirkan posisi yang tertinggal, mending kita terus menggeber kemampuan menulis kita untuk bisa segera sampai ke finish, menjadi penulis best seller. Aamiiin.


(Ary H. Penulis Pendidik / 19-07-2016)

6 komentar:

  1. Mantap. Sng dimudahkan semuanya tmn2 penulis pemula. Aamiin

    BalasHapus
  2. Saya suka tulisannya, (mungkin karena penggemar motogp jadi motivasinya langsung ngena), izin share ya kak.

    BalasHapus
  3. mantap banget, Kang!
    keseringan nulis, jadi lancar begini alurnya ya...
    luarbiasa...

    doakan kami semua ya, Kang!
    biar kita bisa main bareng di Podium Penulis nanti...
    hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin...kang abdur rahman suka merendah. InsyaAllah sama-sama belajar...

      Hapus