Judul : Jono yang Pernah Putus Sekolah
Pengarang : Imam Mahfud, B.A.
Penerbit : Balai Pustaka
Banyak Halaman :
83 (halaman)
Tokoh :
Jono, Kak Siti, Kowo, Pak Haji, Arief, Pak Pono, Mak Inem, Guru Jono
Watak :
Jono : Baik hati,
bijaksana Kowo : Sombong
Ibu Jono : Baik Pak Haji : Perhatian
Kak Siti : Baik
Arief : Baik hati
Pak Pono : Baik Mak Inem :
Baik sekali
Guru Jono : Perhatian,
baik hati
Tema :
Perjuangan siswa miskin untuk terus sekolah
Alur :
Jono yang putus sekolah sebab kekurangan biaya, kemudian dia
berjuang untuk terus sekolah
Latar :
Kehidupan desa
Amanat :
Tidak boleh berputus asa
Ringkasan cerita :
Cahaya
matahari sore menyinari lereng Wilis Barat, sehingga tampak jelas sawah-sawah
yang bertangga-tangga, dengan pematangnya yang berkelok-kelok, sungai yang
berliku-liku. Udara segar dengan sinar yang tak seberapa panas membuat wajah
lereng gunung ini tampak berseri-seri.
Seorang ibu
dengan anaknya yang sepertinya sedang berbicara serius mengenai sekolah anaknya
itu, yang menurut ibunya harus diberhentikan karena tidak ada biaya. Anaknya
menginginkan terus sekolah. Sedangkan ibunya tidak dapat membiayainya. Seorang
anak yang tiap pagi harus membantu ibunya. Ia menggantikan pekerjaan kakaknya
yang pergi bertransmigrasi keluar pulau bersama suaminya. Dialah Jono. Seorang
anak yang sangat tidak ingin mengecewakan ataupun merepotkan ibunya.
Pada malam
tiba, Jono tidak dapat tidur. Ia bingung apakah dia harus keluar dari sekolahnya?
Sedangkan ia belum tamat sekolah dasar. Tapi, jika ia tidak keluar dari
sekolahnya maka pekerjaan ibunya menjadi semakin banyak.
Ia pun
datang ke kamar ibunya. Ia sudah membuat keputusan untuk keluar dari sekolahnya.
Ia akan membuat surat putus sekolah yang akan diberikan kepada wali kelasnya.
Sepulang dari sekolah, Jono langsung beranjak pergi ke sawah yang luasnya tidak
seberapa.
Dia merenung
dan sesekali menitikkan air mata. Arief sahabat sejatinya sangat sedih
mendengar kabar bahwa Jono keluar dari sekolah. Arief menceritakan berita tersebut
kepada orang tuanya. Ia berniat ingin membantu Jono.
Beberapa hari kemudian, Jono belajar
menanam Jeruk Tempel di ladang Pak Haji, ayah Arief. Ia senang belajar menanam
bersama Pak Haji. Jika ia punya uang, ia akan membeli Jeruk Tempel kemudian
menanamnya di samping rumahnya.
Satu tahun kemudian, Jono kembali
bersekolah. Namun, ia kembali lagi menjadi murid kelas lima. Ibu Jono mulai
membuka warung kecil-kecilan. Jono pun menambah terus bibit Jeruk Tempelnya. Jono
sangat senang bisa kembali ke sekolah kesayangannya SD Sinduhardjo, walaupun
harus mengulang dari kelas lima.
Jono terus membantu ibunya bekerja
sehingga penghasilan ibunya semakin hari semakin bertambah. Jono dan ibunya
hanya tinggal di gubuk yang sangat sederhana.
Jono sangat prihatin kepada anak-anak
yang pernah putus sekolah seperti dirinya. Masyarakat di desa Jono berencana
mendirikan sekolah Pamong. Jono sangat giat belajar, ia menjadi remaja pria
yang sangat pandai.
Tujuh belas tahun kemudian, Jono
sudah lulus sekolah. Dia berencana melanjutkan sekolahnya. Tapi, ia tidak
tertarik menjadi pegawai negeri. Dia berencana sekolah ke SPMA (Sekolah
Pertanian Menengah Atas).
Di hati Jono tertanam jiwa yang
besar. Jiwa yang sanggup bertanggung jawab, yang seharusnya dimiliki oleh
setiap pemuda Indonesia.
Oleh : Aufa Lidinillah Ary Husein (SDN Lewo 2 Kota
Tasikmalaya)
Subhanallah, Kakak Aufa sudah pandai menulis. Suka sekali dengan tulisannya. Semangat terus ya!^^
BalasHapus