Senin, 05 September 2016

Resensi Novel


Judul                            : Jono yang Pernah Putus Sekolah
Pengarang                   : Imam Mahfud, B.A.
Penerbit                       : Balai Pustaka
Banyak Halaman         : 83 (halaman)
Tokoh                          : Jono, Kak Siti, Kowo, Pak Haji, Arief, Pak Pono, Mak Inem, Guru Jono
Watak                          :
Jono : Baik hati, bijaksana                  Kowo   : Sombong
Ibu Jono : Baik                                     Pak Haji : Perhatian
Kak Siti : Baik                                     Arief : Baik hati
Pak Pono : Baik                                   Mak Inem : Baik sekali
Guru Jono : Perhatian, baik hati
Tema                           : Perjuangan siswa miskin untuk terus sekolah
Alur                             : Jono yang putus sekolah sebab kekurangan biaya, kemudian dia
  berjuang untuk terus sekolah
Latar                            : Kehidupan desa
Amanat                       : Tidak boleh berputus asa
Ringkasan cerita         :
            Cahaya matahari sore menyinari lereng Wilis Barat, sehingga tampak jelas sawah-sawah yang bertangga-tangga, dengan pematangnya yang berkelok-kelok, sungai yang berliku-liku. Udara segar dengan sinar yang tak seberapa panas membuat wajah lereng gunung ini tampak berseri-seri.
            Seorang ibu dengan anaknya yang sepertinya sedang berbicara serius mengenai sekolah anaknya itu, yang menurut ibunya harus diberhentikan karena tidak ada biaya. Anaknya menginginkan terus sekolah. Sedangkan ibunya tidak dapat membiayainya. Seorang anak yang tiap pagi harus membantu ibunya. Ia menggantikan pekerjaan kakaknya yang pergi bertransmigrasi keluar pulau bersama suaminya. Dialah Jono. Seorang anak yang sangat tidak ingin mengecewakan ataupun merepotkan ibunya.
            Pada malam tiba, Jono tidak dapat tidur. Ia bingung apakah dia harus keluar dari sekolahnya? Sedangkan ia belum tamat sekolah dasar. Tapi, jika ia tidak keluar dari sekolahnya maka pekerjaan ibunya menjadi semakin banyak.
            Ia pun datang ke kamar ibunya. Ia sudah membuat keputusan untuk keluar dari sekolahnya. Ia akan membuat surat putus sekolah yang akan diberikan kepada wali kelasnya. Sepulang dari sekolah, Jono langsung beranjak pergi ke sawah yang luasnya tidak seberapa.
            Dia merenung dan sesekali menitikkan air mata. Arief sahabat sejatinya sangat sedih mendengar kabar bahwa Jono keluar dari sekolah. Arief menceritakan berita tersebut kepada orang tuanya. Ia berniat ingin membantu Jono.
Beberapa hari kemudian, Jono belajar menanam Jeruk Tempel di ladang Pak Haji, ayah Arief. Ia senang belajar menanam bersama Pak Haji. Jika ia punya uang, ia akan membeli Jeruk Tempel kemudian menanamnya di samping rumahnya.
Satu tahun kemudian, Jono kembali bersekolah. Namun, ia kembali lagi menjadi murid kelas lima. Ibu Jono mulai membuka warung kecil-kecilan. Jono pun menambah terus bibit Jeruk Tempelnya. Jono sangat senang bisa kembali ke sekolah kesayangannya SD Sinduhardjo, walaupun harus mengulang dari kelas lima.
Jono terus membantu ibunya bekerja sehingga penghasilan ibunya semakin hari semakin bertambah. Jono dan ibunya hanya tinggal di gubuk yang sangat sederhana.
Jono sangat prihatin kepada anak-anak yang pernah putus sekolah seperti dirinya. Masyarakat di desa Jono berencana mendirikan sekolah Pamong. Jono sangat giat belajar, ia menjadi remaja pria yang sangat pandai.
Tujuh belas tahun kemudian, Jono sudah lulus sekolah. Dia berencana melanjutkan sekolahnya. Tapi, ia tidak tertarik menjadi pegawai negeri. Dia berencana sekolah ke SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas).
Di hati Jono tertanam jiwa yang besar. Jiwa yang sanggup bertanggung jawab, yang seharusnya dimiliki oleh setiap pemuda Indonesia.


Oleh : Aufa Lidinillah Ary Husein (SDN Lewo 2 Kota Tasikmalaya)

1 komentar:

  1. Subhanallah, Kakak Aufa sudah pandai menulis. Suka sekali dengan tulisannya. Semangat terus ya!^^

    BalasHapus