Kamis, 29 September 2016

Minder Nulis? No Way

Minder Nulis? No Way

Aku suka nulis. Kalau lagi mood, tahan berjam-jam. Tapi nulisnya di buku diari aja. Eh, diariku isinya nggak melulu curhat yang sedih-sedih, loh. Aku suka nulis apa aja. Tulis semua yang dilihat, didengar dan dirasakan. Waktu sekolah dulu, semua teman kucermati. Tingkah polah mereka diceritain satu-satu di buku diari. Wah, lucu-lucu. Pas dibaca ulang, jadi geli dan ketawa sendiri. Heboh, ya, kelakuan mereka.

Sayangnya ini hobi cuma buat diri sendiri. Gak pede dipamerin. Apalagi dipost ke media. Wuaa, nggak lah.  Maklumlah, saat itu, yang jadi trend  'kan hobi semacam karate, silat, basket, PMR, Pramuka, KSI, Paskibra, dan KIR. Mana ada temenku yang ngelirik hobi beginian? Nulis cuma bikin bete, cape, nggak level. Itu komentar mereka. Kalo pengen gaul, hobinya kudu gaul juga. Maka jadilah kuikut semua ekskul, sambil diam-diam tetap nulis dengan mindernya.

Pas kuliah, aku tetap nulis. Ah, ternyata di kampus juga susah nyari yang punya hobi sama. Kemana harus kutemukan teman yang kesukaannya sejalur denganku? Haus ilmu nulis dan sharing, tapi oasenya nggak ada. Keringlah diriku ini.

Kesibukan kuliah, membuatku terpaksa mengabaikan diari. Tapi tak mengapa. Masih tersalur buat nulis laporan dan skripsi. Selamatlah. Hobiku terdegradasi.

Tatkala jadi emak-emak, lah, kok, malah lupa nulis. Sibuk ngurus rumah, anak, suami, ini itu. Aktivitas nulis-nulis kayaknya nggak penting lagi. Pergaulanku berkutat di seputar ibu-ibu yang suka musingin kelakuan anak-anak, TDL naik, harga sembako mahal, terus besok masak apa .... halah, wes lah, nulis itu udah gak perlu lagi. Buang waktu ajah.

Bertahun-tahun kemudian. Pada suatu waktu. Dalam perjalanan naik angkot, sepulang acara pengajian di luar kota, kebetulan aku bareng seorang kenalan dari kota yang bertetangga dengan kotaku. Eh, tak dinyana, ternyata dia suka nulis.

Untuk pertama kali dalam hidup, akhirnya aku berjumpa dengan orang yang sehobi. Surprise. Serasa melayang-layang di awan kesenangan. Wih, perjalanan empat jam nggak kerasa. Sepanjang jalan ngobrol tentang dunia penulisan.

Begitu sampai, usai menunaikan amanah di rumah, aku langsung ambil hape. Ngetik di situ sampai dua jam. Rasanya puas.

Tetiba, aku tersadar. Hati ini tergerak kembali menulis kala berjumpa dengan orang-orang dengan kesukaan yang sama. Tak sekedar itu. Aku juga terdorong menyelam lebih dalam di samudera ilmu penulisan ini.

Baiklah. Sudah saatnya jari jemari ini dilenturkan, agar luwes memainkan kata dan menarikan tulisan. Namun sejuta pesimis menghujani. Aku butuh motivasi.
Beruntung pada suatu waktu, mataku tertumbuk pada share seorang teman di akun fesbuk. Ajakan bergabung dalam grup Akademi Menulis Kreatif.

Ini yang namanya pucuk dicinta ulam tiba. Aku terpukau melihat banyaknya penulis di grup itu. It's so amazing. Ternyata, aku tak sendiri, kawan :). Kau tau? Ternyata semangat dan kualitas lebih terpacu jika kau beredar di antara orang-orang dengan passion sama sepertimu.

Yup, yup. Tak lama aku gabung di grup itu, fastwriting dan mindmapping meningkat pesat. Pernah kubuktikan sendiri. Bikin novel dalam dua minggu. Meski pas proses editing tepar 😂😂😂.
Minderku juga kabur. Senangnya.

Sekarang, saatnya aku berbagi. Kamu tertarik? :) Full smile :D

Ketik aja yah.

Eva_namakamu_JoinAMK_email
Kirim ke WA 0819-5916-1610

#JadilahSahabatAMK
#AkademiMenulisKreatif

GRATIS LOH :D

#Eva, Kandangan, Kalsel 29.09.2016

Curhat Siswa Akademi Menulis Kreatif (AMK)

Mencurahkan isi hati di sosmed, kesannya kok lebay amat sih. Sedih dikit curhat di sosmed, bingung dikit tulis di sosmed, marah dikit tulis di sosmed. Kalau sedang senang, pamer juga di sosmed. Apalagi kalau banyak yang like, makin semangat deh curhatnya.

Memang tak selamanya isi hati yang dicurahkan itu hal-hal yang bersifat negatif. Tak selamanya juga kesenangan itu untuk dipamerkan. Bisa jadi kebahagiaan yang disampaikan di sosmed bertujuan untuk menginspirasi dan berbagi kebaikan dengan orang lain. Jika demikian adanya, kenapa tidak? Bukankah Allah Swt berfirman, yang artinya:

"Dan apa-apa yang berkenaan dengan nikmat Tuhanmu, maka  ceritakanlah" (TQS. Adl-Dluha: 11)

Jika saya boleh sedikit curhat. Sedari lama saya berkeinginan untuk bisa menulis. Melihat tulisan-tulisan orang di majalah dan koran, sepertinya mudah sekali, semudah membacanya. Tetapi keinginan tersebut tinggallah keinginan, artikel pertama saya pada tahun 2000 untuk majalah kampus pun langsung ditolak redaktur. Bahasanya terlalu kaku dan normatif katanya. Ya sudahlah, keinginan itu akhirnya lama terpendam.

Saya mencoba menulis kembali pada tahun 2005-an. Kolom opini di sebuah media lokal, itulah target utama saya. Namun jangankan satu paragrap, satu kalimat pertama pun saya hapus berkali-kali. Walhasil, setelah beberapa kali memaksakan diri, jadilah beberapa halaman tulisan opini. Dengan percaya diri, saya antar sendiri file dan hardcopy tulisan itu ke media yang ditargetkan. Hasilnya? Alhamdulillah masih ditolak.

Ada kebahagiaan tersendiri saat ditolak redaktur media lokal yang saya temui. Karena redaktur opini yang saya temui bukan sekedar menolak, tetapi dengan baik hati beliau mengajarkan saya tentang tata cara membuat tulisan opini yang layak muat. Beliau berikan banyak masukan kepada saya pribadi. Sayang sekali, karena sudah sangat lama dan interaksinya terbatas, saya lupa nama beliau. Mudah-mudahan beliau membaca tulisan ini.

Setelah diberi banyak masukan, saya pun mengedit tulisan saya kembali. Banyak yang saya perbaiki sesuai masukan dan arahan Sang Redaktur. Alhamdulillah setelah selesai, tulisan tersebut tayang juga di sebuah media cetak lokal. Meskipun setelah diedit kembali oleh redaktur. Saya terus menulis dalam beberapa bulan kemudian, hingga akhirnya vaccum. Ada kejenuhan tatkala saya menulis dalam kesendirian.

Pada tahun 2014, mulailah saya menulis kembali. Artikel dan opini saya mulai mengisi beberapa media cetak dan daring. Namun, kejenuhan itu akhirnya tetap mendera. Kalau kata para penulis mayor, saya terkena writers block. Semacam penyakit yang membuat para penulis kehilangan ide tulisan.  Saya pun sempat diam dalam beberapa bulan. Hingga dipertemukan kembali dengan seorang guru dan sahabat, beliau adalah Apu Indragiry, seorang penyair dan juga perintis Akademi Menulis. Beliaulah yang memasukkan saya ke dalam grup komunitas Akademi Menulis Kreatif (AMK), di WA dan di Telegram.

Sebagaimana yang pernah diumpamakan oleh Rasulullah Saw tentang pengaruh teman. Jika kita dekat dengan seorang pandai besi, minimal kita akan terkena percikan apinya. Begitu pula jika kita dekat dengan penjual minyak wangi, minimal kita akan teroles wanginya. Saat kita berkeinginan menjadi seorang penulis, bergaul dengan sesama penulis, tentu pilihan yang tepat. InsyaAllah kemampuan menulis kita akan terus terjaga dan terlatih.

Di kelas online Akademi Menulis Kreatif pula saya mulai belajar menulis puisi dan cerpen. Alhamdulillah selama bergabung di grup AMK, saya bisa menuntaskan 2 Buku Antologi, 1 buku kumpulan puisi dan cerpen serta 1 buku yang saya beri judul Menulis Perjuangan dan Dakwah.

Via WA dan Telegram, aktifitas diskusi di grup AMK menjadi lebih bebas, tidak terikat waktu dan tempat. Tentu di antara teman-teman ada yang bertanya. Dengan berbagai manfaat yang diterima, berapakah biaya untuk gabung grup WA dan Telegram AMK? Biayanya adalah waktu, ketekunan dan keseriusan. Mau konsultasi dan diskusi seputar menulis serta ikut kelas menulis online mingguan, semuanya tidak dipungut biaya sepeser pun. Hanya paket data, selain itu gratisss.

Oleh karena itu, bagi Anda yang sedang belajar menulis, atau ingin menjadi penulis. Bisa gabung AMK dengan mengetik format berikut:

aryh_namaanda_joinAMK_email

lalu kirim ke 0819-5916-1610

Terima kasih sudah membaca curhatan saya. Semoga bermanfaat. Aamiiin.

Ary H.

#JadilahSahabatAMK
#AAkademiMenulisKreatif

Rabu, 28 September 2016

"Duduk Bersama"

Kita duduk bersama
Bersama satu visi misi
Misi ikhlas saling berbagi
Berbagi ilmu dan motivasi
Motivasi akidah membara
Bersama meraih mimpi
Kita duduk bersama

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 29/09/2016

"Duduk Bersama"

Kita duduk bersama
Bersama satu visi misi
Misi ikhlas saling berbagi
Berbagi ilmu dan motivasi
Motivasi akidah membara
Bersama meraih mimpi
Kita duduk bersama

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 29/09/2016

"Mantapkan Fokus"

Memikirkan sesuatu yang menjauhi
Letih bergumul semua perhatian hati
Ini sekian kali bergerak kaki
Berhenti dan berlari lagi
Mantapkan fokus ini
Jarak yang terhitung waktu sekian hari
Tentu bisa bimbing melangkah pasti
Menemui hati suci
Tenang terima kebenaran ilahi

Nor Aliyah
Kandangan (Kalsel), 29 September 2016

"Mantapkan Fokus"

Memikirkan sesuatu yang menjauhi
Letih bergumul semua perhatian hati
Ini sekian kali bergerak kaki
Berhenti dan berlari lagi
Mantapkan fokus ini
Jarak yang terhitung waktu sekian hari
Tentu bisa bimbing melangkah pasti
Menemui hati suci
Tenang terima kebenaran ilahi

Nor Aliyah
Kandangan (Kalsel), 29 September 2016

Senin, 26 September 2016

"Memancarkan Cahaya"

Kau selalu bilang
Coba tengoklah ke langit!
Di sana ada banyak
Bintang-bintang

Tahu kenapa mereka ada?
Ya, mereka ada
Karena mereka bersinar
Memancarkan cahaya terus

Semua bintang itu tak sama
Unik berbentuk
Miliki cahaya masing-masing
Berasal dari satu sumber

Tak peduli sekecil apapun
Cahaya hidup yang dipunya
Mereka tetap memancarkannya
Meski redup hanya seberkas

Mereka berani untuk berpijar
Memancarkan cahaya risalah-Nya
dari berbagai penjuru
dan kegelapan kufur sirna

Ya, hari ini kulihat lagi
Bintang-bintang itu bertaburan
Mewarna indah semesta
Menampakkan pijar keemasan

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 25/09/2016

Selasa, 20 September 2016

"Perbuatan Baik Atau Buruk"

Bila bertanya pada yang lain
Mungkin tak jadi sama
Berlainan jawabannya
Perlu ada penyamaan

Terkadang mereka menyebut
Baik dan buruk itu
tergantung karena manfaat
atau apa yang diterima

Janganlah bingung
Bimbang dalam menimbang
dalam memandang perbuatan
Maka sudah jelas
Inilah jawabannya

Patokannya sama patokannya tetap
Kesesuaian atau ketidaksesuaian
dengan perintah Allah
dan tujuannya adalah
ridha Allah saja

Jika sesuai hukum syariat
maka itu baik
Jika tidak sesuai hukum syariat
maka itu buruk
Inilah batasnya

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 19/09/2016

"Sederhana"

Aku hanya
Menyusun bait
Yang sederhana
Tanpa umpama

Kala aku
Coba merangkai
Masih kurang
Pilihan kata

Aku lupa
Malah ragu
Untuk tampilkan
Meski benar

Saat aku
Tak sederhana
Semua sulit
Tidak selesai

Aku ingat
Kata bermakna
Sampaikan darinya
Meski seayat

Ketika aku
Mulai sadar
Ini sederhana
Semua mudah

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 16/09/2016

Sabtu, 17 September 2016

"Wanita Yang Tersandera"

Melintas lenggok manis
Hidupmu penuh gaya modis
Molek riasan rupa bagus
Tangan tersibak mulus
Dengan lusinan gelang emas menghias
Gaun glamor gaya burjuis

Bagimu
Tiada kata tulus
Mobil mewah, barang wah
Maknai gapai sukses
Dibelenggu mimpi keinginan yang mesti terbeli
Haruskan diri berjibaku jabatan
Meski harus tanggalkan kehormatan

Malu rupanya tampilkan figur perempuan
Wanita yang tertahan
Hidup di rumah untuk mengurusi
Rumah, anak dan suami

Semoga kau cepat sukses
Tak menjadi wanita yang tertawan
Begitu kau doakanku
Antara prihatin atau pemberian

Tidak!
Itu bukan sukses
Kurasa kaulah wanita yang tersandera
Jeruji indah
Lapar mata
Dikurung pandangan dunia ala kapitalis

Aku tak mau sepertimu
Terpaling jauh dari fitrah alami
Aku ingin sukses di sini dan juga di sana

Nor Aliyah
Kandangan (Kalsel), 15/7/2016

Minggu, 11 September 2016

Samarinda Butuh Syariat Islam, Kata siapa?

Oleh: RWijaya

Waktu terus bergulir. Mengiringi fase demi fase kehidupan yang terus berganti. Problematika kehidupan semakin beranak pinak, tiada henti mengalir di setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Belum sempat tuntas satu permasalahan yang mencuat di tengah-tengah kehidupan masyarakat, muncul lagi permasalahan baru yang semakin membuat mereka jenuh menjalani kehidupan di era saat ini. Marah bercampur tangis, mencari jalan tuk mengakhiri segala kekacauan yang memunculkan kegalauan yang tak berkesudahan.

Pada bulan Mey lalu, polisi menangkap lagi seorang pengedar sabu-sabu yang berinisial (MI). Saat itu ia sedang bersantai di rumahnya yang beralamatkan di Kelurahan Rapak Dalam, Samarinda Seberang. Dalam pengungkapan kasus tersebut, polisi berhasil mengamankan 26 poket sabu seberat 11,21 gram yang ditemukan di dalam dompet MI.

Miris. Pria berusia 52 tahun itu menghidupi keluarganya dengan berjualan barang haram. Ia mengaku terpaksa berjualan sabu lantaran tak bekerja. “Himpitan ekonomi. Mau beli makan kayak apa karena saya tidak bekerja,” ujarnya.

Kasus serupa banyak terjadi di lingkungan masyarakat dewasa ini, khususnya di Kota Samarinda. Belum lagi dengan munculnya kasus-kasus lain yang semakin memperpanjang daftar kerusakan yang terjadi di kota tercinta kita ini. Seperti kasus pemerkosaan wanita yang jika dihitung dalam jumlah rata-rata, setiap bulan terjadi sembilan kasus. Endah Sri Lestari, Kabid Pemberdayaan Perempuan KAMMI Samarinda mengungkapkan, “Tindakan amoral terhadap perempuan sempat mencuat beberapa bulan lalu di media sosial. Ini menjadi bukti di mana pornoaksi yang dilakukan perempuan mulai terjadi di Samarinda.

Kasus kejahatan memang terbilang spektakuler di Kota Tepian. Kasus demi kasus terus menjamur dan tak jua kunjung terobati. Dan lagi-lagi warga harus geger dengan kasus baru yang terjadi di atas jembatan layang baru Kota Samarinda. Kasus berdarah itu masih hangat diperbincangkan. Pasalnya, kasus yang terjadi pada Jumat (2/9) lalu ini telah menewaskan korban yang berstatus sebagai guru Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) YPI Cordova. Rika Novita Syoer (41) telah menyalakan sirine tanda bahaya bagi Ibukota Kalimantan Timur yang khas dengan sarung samarindanya ini. Guru sekaligus seorang ibu ini pun harus menyisakan duka yang mendalam bagi keluarga yang ia tinggalkan.

Apa yang menyebabkan kasus-kasus seperti ini bisa terjadi, bahkan kerap terulang berkali-kali dengan kasus yang tak jauh berbeda?

Sebenarnya banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya tindak kriminalitas. Bisa jadi karena fhimpitan ekonomi dan bisa jadi pula disebabkan oleh penegakkan hukum yang terbilang tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Sehingga kasus serupa akan terulang lagi dan lagi saat mereka dibebaskan dari balik jeruji besi.

Bila kita amati dengan cermat, maka kita akan menemukan tiga penyebab utama yang mendorong berlakunya kejahatan yang seolah tiada akhirnya. Penyebab pertama adalah ketiadaannya kesadaran yang mengkristal pada setiap individu akan perannya sebagai insan yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa. Ia tidak memahami bahwasannya segala perbuatan apapun harus terikat dengan aturan-Nya. Dan bahwa misi manusia di muka bumi ini adalah hanya untuk tunduk dan patuh pada perintah-Nya. Kedua, hilangnya peran masyarakat yang berfungsi sebagai supervisor yang mengawasi setiap perilaku individu agar tidak menyimpang dari aturan yang telah digariskan. Dan yang ketiga adalah lenyapnya sistem negara yang berfungsi sebagai perisai rakyatnya, serta menjamin terpenuhinya rasa tentram dalam hidup.

Sebagian warga Samarinda ada yang mengatakan bahwa Samarinda darurat narkoba, darurat zina dan darurat lainnya. Untuk itu, syariat Islam dinilai mampu menuntaskan segala problematika kehidupan yang tengah dihadapi masyaratkat.

Benarkah Kota Tepian ini membutuhkan syariat Islam sebagai solusi berbagai problematika kehidupan? Siapa yang berkepentingan dibalik penerapan syariat Islam?

Islam bukan sekedar agama ritual. Tetapi Islam adalah sebuah ideologi alias pandangan hidup yang merupakan solusi atas segala bentuk problematika kehidupan yang tengah dihadapkan pada masyarakat.

Selain hukum-hukumnya yang lain, Islam mempunyai sistem sanksi yang tegas bagi setiap pelaku kejahatan. Disamping itu, penerapan sanksi Islam memiliki dua fungsi, yaitu yang pertama sebagai jawabir (penebus dosa). Seorang pelaku kejahatan yang dihukum dengan hukum Islam akan menjadi penebus dosa baginya, ia tidak lagi mempertanggung jawabkannya diakhirat kelak. Sebagaimana hadits Rasullulah yang diriwayatkan oleh Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit, “Kalian berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang ma’ruf. Siapa saja menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala; dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya; dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.”

Kedua adalah sebagai jawazir (pemberi efek jera). Penerapan syariat Islam akan memberikan efek jera bagi pelaku. Di samping itu pula, pemberian sanksi yang diumumkan atau ditontokan dihadapan publik akan mencegah seseorang yang lain untuk melakukan tindak kriminal karena takut akan sanksinya yang tegas.

Untuk itu, maka ideologi yang berasal dari Sang Maha Sempurna ini mampu memberikan solusi tuntas. Karena memang Allah-lah yang paling mengetahui secara rinci serinci-rincinya apa yang dibutuhkan seluruh makhluk-Nya yang berjalan di bumi milik-Nya.

Ya, dan sesungguhnya penerapan syariat Islam adalah seruan dari Sang Maha Pencipta dan Pengatur, yaitu Allah SWT. Ialah yang mempunyai kepentingan di balik penerapan syariat Islam. Kepentingan-Nya untuk memuliakan bumi dan seisinya, tak terkecuali Kota Samarinda tercinta ini.

Dengan penerapan syariat Islam maka kehidupan yang aman dan tentram akan terwujud. Islam akan membekali dan menjamin setiap individunya agar senantiasa terikat dengan aturan yang telah diberlakukan, masyarakat akan menjalankan fungsinya sebagai pengontrol bagi siapa saja yang akan melakukan tindak pelanggaran, serta Islam akan mewujudkan negara yang menjadi perisai bagi rakyatnya.  Bahkan, bukan hanya bagi warga Kota Tepian saja, tetapi setiap makhluk yang ada di seluruh dunia.

Itulah keistimewaan syariat Islam saat diterapkan. Lebih dari itu, yang paling utama adalah bahwa penerapan syariat Islam semata-mata sebagai simbol ketaatan kita sebagai seorang hamba yang tunduk dan patuh hanya kepada-Nya. Dan karena Samarinda adalah bagian dari belahan bumi milik Allah, maka sudah seharusnya Samarinda diatur dengan syariat-Nya. Jadi, Allah-lah yang mengatakan bahwa Samarinda butuh syariat Islam, bukan sekelompok orang apalagi penulis. Dengan begitu pertanyaan akan berbalik. Samarinda tidak butuh syariat Islam, kata siapa? Wallahu a’lam bi ash-showwab.

Samarinda, 11/09/16, 06.14

Senin, 05 September 2016

Tentang Matematika



NM. Alifah present
"Karena hidup ini berbicara tentang rumus sederhana matematika."

Resensi Novel


Judul                            : Jono yang Pernah Putus Sekolah
Pengarang                   : Imam Mahfud, B.A.
Penerbit                       : Balai Pustaka
Banyak Halaman         : 83 (halaman)
Tokoh                          : Jono, Kak Siti, Kowo, Pak Haji, Arief, Pak Pono, Mak Inem, Guru Jono
Watak                          :
Jono : Baik hati, bijaksana                  Kowo   : Sombong
Ibu Jono : Baik                                     Pak Haji : Perhatian
Kak Siti : Baik                                     Arief : Baik hati
Pak Pono : Baik                                   Mak Inem : Baik sekali
Guru Jono : Perhatian, baik hati
Tema                           : Perjuangan siswa miskin untuk terus sekolah
Alur                             : Jono yang putus sekolah sebab kekurangan biaya, kemudian dia
  berjuang untuk terus sekolah
Latar                            : Kehidupan desa
Amanat                       : Tidak boleh berputus asa
Ringkasan cerita         :
            Cahaya matahari sore menyinari lereng Wilis Barat, sehingga tampak jelas sawah-sawah yang bertangga-tangga, dengan pematangnya yang berkelok-kelok, sungai yang berliku-liku. Udara segar dengan sinar yang tak seberapa panas membuat wajah lereng gunung ini tampak berseri-seri.
            Seorang ibu dengan anaknya yang sepertinya sedang berbicara serius mengenai sekolah anaknya itu, yang menurut ibunya harus diberhentikan karena tidak ada biaya. Anaknya menginginkan terus sekolah. Sedangkan ibunya tidak dapat membiayainya. Seorang anak yang tiap pagi harus membantu ibunya. Ia menggantikan pekerjaan kakaknya yang pergi bertransmigrasi keluar pulau bersama suaminya. Dialah Jono. Seorang anak yang sangat tidak ingin mengecewakan ataupun merepotkan ibunya.
            Pada malam tiba, Jono tidak dapat tidur. Ia bingung apakah dia harus keluar dari sekolahnya? Sedangkan ia belum tamat sekolah dasar. Tapi, jika ia tidak keluar dari sekolahnya maka pekerjaan ibunya menjadi semakin banyak.
            Ia pun datang ke kamar ibunya. Ia sudah membuat keputusan untuk keluar dari sekolahnya. Ia akan membuat surat putus sekolah yang akan diberikan kepada wali kelasnya. Sepulang dari sekolah, Jono langsung beranjak pergi ke sawah yang luasnya tidak seberapa.
            Dia merenung dan sesekali menitikkan air mata. Arief sahabat sejatinya sangat sedih mendengar kabar bahwa Jono keluar dari sekolah. Arief menceritakan berita tersebut kepada orang tuanya. Ia berniat ingin membantu Jono.
Beberapa hari kemudian, Jono belajar menanam Jeruk Tempel di ladang Pak Haji, ayah Arief. Ia senang belajar menanam bersama Pak Haji. Jika ia punya uang, ia akan membeli Jeruk Tempel kemudian menanamnya di samping rumahnya.
Satu tahun kemudian, Jono kembali bersekolah. Namun, ia kembali lagi menjadi murid kelas lima. Ibu Jono mulai membuka warung kecil-kecilan. Jono pun menambah terus bibit Jeruk Tempelnya. Jono sangat senang bisa kembali ke sekolah kesayangannya SD Sinduhardjo, walaupun harus mengulang dari kelas lima.
Jono terus membantu ibunya bekerja sehingga penghasilan ibunya semakin hari semakin bertambah. Jono dan ibunya hanya tinggal di gubuk yang sangat sederhana.
Jono sangat prihatin kepada anak-anak yang pernah putus sekolah seperti dirinya. Masyarakat di desa Jono berencana mendirikan sekolah Pamong. Jono sangat giat belajar, ia menjadi remaja pria yang sangat pandai.
Tujuh belas tahun kemudian, Jono sudah lulus sekolah. Dia berencana melanjutkan sekolahnya. Tapi, ia tidak tertarik menjadi pegawai negeri. Dia berencana sekolah ke SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas).
Di hati Jono tertanam jiwa yang besar. Jiwa yang sanggup bertanggung jawab, yang seharusnya dimiliki oleh setiap pemuda Indonesia.


Oleh : Aufa Lidinillah Ary Husein (SDN Lewo 2 Kota Tasikmalaya)

Jumat, 02 September 2016

Meratusku

Meratusku

Denting gelang hiyang berdecai pelan
Tandik surut bermula enggan
Nyalang pandang lelehe bergoyang
Diusik tanya apakah gerangan

Kau bertanya dimana salahnya
Mendamba cinta
Meraih berkah
Di lelahnya ibadah

Berkipas sayang kujawab syahdu
Tradisi usang telah berlalu
Seindah apapun tiada guna
Saatnya ganti dengan syariat sempurna

Jika kau sungguh mendamba cinta
Ikuti arah cahaya-Nya
Terangi kalbu kuak kegelapan
Kau akan sampai di muara harapan

Itulah jalan yang benar
Bukan bertahan dengan kearifan lokal
Demi komersial berpulas ritme ritual
Yang ada kau tertipu para penjagal

Sadarlah wahai pewaris alam
Mari menindas peradaban kelam
Menabur berkah dengan syariah
Agar bumimu permai tak lagi gundah

#Eva, Kandangan, Kalsel, 03.09.2016

Kamus :
Hiyang = gelang perunggu ritual Dayak
Tandik = tarian ritual Dayak dengan gaya melompat-lompat
Lelehe = kalung ronce bunga hutan

Kamis, 01 September 2016

Kini

Mentari menangis saat awan
meluapkan isinya
Permukaan tanah bergejolak saat
ia tak mampu menahan beban berat
Langkah setiap insan, berhamburan
entah ke mana:
Mencari tempat berlindung.
Jiwa yang tak kuat melihat
keadaan:
Teriris.

Mata sembap kini menghiasi bumi
Mencari kedamaian dalam deretan
tangis
Awan menyesal akan luapan isinya,
Namun ia tak mampu menarik
kembali.
Kini, ia hanya menatap mereka
dengan sedih:
Menatap mereka yang sibuk
meluncurkan do'a kepada Sang
Pencipta
Menatap mereka yang sibuk
mencari belahan jiwanya yang tak
ikut serta dalam hamburan
langkahnya.

Tuhan sedang menguji mereka yang
sibuk akan dunia mereka ;
Yang mementingkan kepribadian
mereka
Mendewakan keegoan mereka
Mendewakan harta juga martabat
mereka.

Kini.
Dalam satu waktu, mereka yang
angkuh hanya bergeming penuh
penyesalan
Kini.
Mereka yang tidak memedulikan
sesama, membelah hatinya dan
berkaca
Dan kini.
Mereka tersadar atas semua yang
mereka miliki maupun keegoan
pribadi
Tersadar bahwa:
Mereka masih satu bulan
Satu matahari
Satu tapak yaitu bumi
Juga satu Tuhan.

cempakaLA
Depok, 16-05-14