Minggu, 25 Desember 2016

Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak, Cukupkah?

Kenakalan remaja di era ini memang tidak bisa dipungkiri lagi maraknya. Seolah, jika kita mendengar kata remaja, yang terbayang di benak kita adalah kenakalan-kenakalannya. Mulai dari seks bebas, aborsi, menonton film porno hingga narkoba dan lain sebagainya.

Fenomena gunung es ini menjadi bukti bobroknya moral para remaja kita dewasa ini. Hal ini diperparah dengan rusaknya tatanan sosial di tengah-tengah masyarakat yang ditandai dengan lumrahnya permasalahan semacam ini serta acuhnya masyarakat terhadap berbagai kerusakan yang menari bebas di tengah-tengah kehidupan generasi.

Melihat permasalahan moral anak bangsa yang notabenenya mereka adalah pemimpin di masa depan, rasanya memang sangat miris. Terus meningkatnya presentase kerusakan yang terjadi pada anak bangsa ini bagaikan bola salju yang terus-menerus menggelinding, yang menjadikannya semakin membesar dari waktu ke waktu.

Faktor Penyebab
Banyak faktor penyebab yang membuat problematika seperti di atas kerap kali terulang secara berkesinambungan. Di antaranya adalah, pertama, tidak adanya ketaqwaan individu yang ditanamkan pada anak. Kedua, lemahnya peran keluarga dalam mendidik anak. Ketiga, rusaknya tatanan sosial di masyarakat, dan keempat, hilangnya fungsi negara sebagai perisai bagi rakyat serta sebagai tiang utama dalam menopang ketahanan keluarga.

Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tentu sesuai dengan fitrahnya, yakni berada dalam keadaan yang suci bersih tanpa noda. Ketika lahir, anak belum mempunyai informasi apapun tentang kehidupan dunia. Anak diibaratkan bagai kertas putih tanpa goresan pena. Keluarga/orang tualah yang akan mengarahkan sang anak apakah berjalan sesuai dengan fitrahnya atau keluar dari batasan fitrah.

Untuk itu, keluarga (terutama orang tua) adalah peletak dasar pendidikan bagi anak. Di dalam keluargalah anak memulai kehidupannya. Dan di dalam keluarga pula anak akan memulai interaksinya dengan selainnya. Sehingga, pembentukan kepribadian pada anak pertama kali akan dibentuk di dalam keluarga.

Anak yang hidup di lingkungan keluarga yang baik, maka akan bermoral baik. Dan sebaliknya, anak yang hidup di lingkungan keluarga yang buruk, maka si anak akan bermoral buruk pula. Dengan kata lain, lingkungan keluarga yang baik akan bernilai positif bagi si anak. Dan sebaliknya, lingkungan keluarga yang buruk akan bernilai negatif bagi anak.

Di sinilah pentingnya peran keluarga, terutama orang tua. Karena merekalah yang akan “menentukan” masa depan anak. Orang tua adalah sebagai guru dan sekaligus orang yang akan di “taati” oleh anak. Lantas apa jadinya jika orang tua salah dalam mengambil langkah bagi pendidikan anak? Karena benar salahnya informasi yang di berikan orang tua akan menentukan kepribadian (pola pikir dan pola sikap) anak.

Adapun keluarga, ia tetaplah sebagai bagian daripada masyarakat. Sedangkan individu di dalam keluarga adalah sebagai bagian daripada anggota masyarakat. Untuk itu, setiap individu pasti akan berinteraksi dengan masyarakat yang ada di lingkungan tempat ia hidup. Meniadakan peran individu dalam bermasyarakat adalah hal yang sangat mustahil.

Masyarakat merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi pendidikan bagi anak. Maka, rusaknya tatanan sosial di masyarakat akan berpengaruh pada pendidikan atau kepribadian (pola pikir dan pola sikap) anak. Jadi, apakah pendidikan di dalam keluarga merupakan jaminan tidak rusaknya anak ketika keluar dari lingkungan keluarga?

Belum lagi hal ini di perparah oleh negara yang abai alias tidak berperan sebagai perisai/ pelindung utama bagi rakyatnya serta sebagai penyelenggara kesejahteraan. Negara tidak lagi menjamin terlahirnya anak-anak yang berkepribadian Islam. Slogan pendidikan yang disiarkan pemerintah hanyalah ilusi, bahwa pendidikan dalam sistem demokrasi melahirkan anak-anak yang beriman dan bertaqwa.

Adapun di dalam Islam, negara akan berfungsi sebagai pilar utama dalam pendidikan anak. Negara akan membuat kurikulum pendidikan yang berdasarkan pada akidah Islam. Dengan kurikulum itulah negara akan mencapai tujuan pendidikan yang hakiki, yaitu melahirkan individu-individu yang bersyaksiyyah Islam (pola pikir dan pola sikap Islam) dan bertaqwa. Dan negara akan senantiasa mengedukasi masyarakat dan menumbuhkan sikap amar ma’ruf nahi munkar yang akan menjadi benteng bagi individu yang akan melakukan penyimpangan terhadap syariat Islam serta pemberlakuan hukum yang memberikan efek jera bagi pelanggar syariat.

Maka, untuk menuntaskan segala macam problematika yang menimpa pada anak maupun remaja, perlu adanya pengembalian peran masing-masing komponen; adanya individu yang bertaqwa, keluarga sebagai peletak utama pendidikan pada anak, tatanan sosial masyarakat yang peduli akan lingkungan sekitar dengan berperan aktif dalam menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran serta adanya negara yang berfungsi sebagai perisai yang menjamin adanya ketaqwaan pada setiap individu, terkondisikannya keluarga dengan pendidikan Islam, masyarakat yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar serta negara yang menjamin berjalannya masing-masing fungsi tadi sesuai Islam dan negara akan memberikan sanksi yang tegas bagi setiap pelanggar syariat Islam.

Untuk itu, hanya dengan memaksimalkan peran keluarga dalam pendidikan anak selamanya tidak akan cukup dan efektif tanpa mengembalikan pula peran keluarga, masyarakat dan negara. Memperkuat peran keluarga adalah baik. Hanya saja upaya itu tidak akan  maksimal tanpa adanya peran keluarga, masyarakat dan negara yang berjalan beriringan sesuai dengan yang telah ditetapkan Islam. Wallahu a’lam []

RWijaya
Samarinda, 25/12/16, 17.40

#NegaraSokoGuruKetahananKeluarga

Kamis, 08 Desember 2016

"Satu Kesatuan"

Kitalah satu
Meski jauh
Berjauhan
Dijauhkan
Menjauhkan

Kitalah satu
Dalam kesatuan
Bersatukan
Disatukan
Menyatukan

Kitalah satu
Karena kesatuan
Akidah
Iman
Yang menyatukan

Nor Aniyah
Kandangan, KalSel
(30/11/2016)

Minggu, 16 Oktober 2016

"Menunggu"

Ini tentang menunggu
Sendiri duduk di atas kursi terminal
Pikiran melompati putaran waktu
Sampai jam berapa
Hati bertanya-tanya
Kita akan tetap menunggu
Hingga telah datang yang kita tunggu

Nor Aliyah
Kandangan (Kalsel), 16 Oktober 2016

Kamis, 29 September 2016

Minder Nulis? No Way

Minder Nulis? No Way

Aku suka nulis. Kalau lagi mood, tahan berjam-jam. Tapi nulisnya di buku diari aja. Eh, diariku isinya nggak melulu curhat yang sedih-sedih, loh. Aku suka nulis apa aja. Tulis semua yang dilihat, didengar dan dirasakan. Waktu sekolah dulu, semua teman kucermati. Tingkah polah mereka diceritain satu-satu di buku diari. Wah, lucu-lucu. Pas dibaca ulang, jadi geli dan ketawa sendiri. Heboh, ya, kelakuan mereka.

Sayangnya ini hobi cuma buat diri sendiri. Gak pede dipamerin. Apalagi dipost ke media. Wuaa, nggak lah.  Maklumlah, saat itu, yang jadi trend  'kan hobi semacam karate, silat, basket, PMR, Pramuka, KSI, Paskibra, dan KIR. Mana ada temenku yang ngelirik hobi beginian? Nulis cuma bikin bete, cape, nggak level. Itu komentar mereka. Kalo pengen gaul, hobinya kudu gaul juga. Maka jadilah kuikut semua ekskul, sambil diam-diam tetap nulis dengan mindernya.

Pas kuliah, aku tetap nulis. Ah, ternyata di kampus juga susah nyari yang punya hobi sama. Kemana harus kutemukan teman yang kesukaannya sejalur denganku? Haus ilmu nulis dan sharing, tapi oasenya nggak ada. Keringlah diriku ini.

Kesibukan kuliah, membuatku terpaksa mengabaikan diari. Tapi tak mengapa. Masih tersalur buat nulis laporan dan skripsi. Selamatlah. Hobiku terdegradasi.

Tatkala jadi emak-emak, lah, kok, malah lupa nulis. Sibuk ngurus rumah, anak, suami, ini itu. Aktivitas nulis-nulis kayaknya nggak penting lagi. Pergaulanku berkutat di seputar ibu-ibu yang suka musingin kelakuan anak-anak, TDL naik, harga sembako mahal, terus besok masak apa .... halah, wes lah, nulis itu udah gak perlu lagi. Buang waktu ajah.

Bertahun-tahun kemudian. Pada suatu waktu. Dalam perjalanan naik angkot, sepulang acara pengajian di luar kota, kebetulan aku bareng seorang kenalan dari kota yang bertetangga dengan kotaku. Eh, tak dinyana, ternyata dia suka nulis.

Untuk pertama kali dalam hidup, akhirnya aku berjumpa dengan orang yang sehobi. Surprise. Serasa melayang-layang di awan kesenangan. Wih, perjalanan empat jam nggak kerasa. Sepanjang jalan ngobrol tentang dunia penulisan.

Begitu sampai, usai menunaikan amanah di rumah, aku langsung ambil hape. Ngetik di situ sampai dua jam. Rasanya puas.

Tetiba, aku tersadar. Hati ini tergerak kembali menulis kala berjumpa dengan orang-orang dengan kesukaan yang sama. Tak sekedar itu. Aku juga terdorong menyelam lebih dalam di samudera ilmu penulisan ini.

Baiklah. Sudah saatnya jari jemari ini dilenturkan, agar luwes memainkan kata dan menarikan tulisan. Namun sejuta pesimis menghujani. Aku butuh motivasi.
Beruntung pada suatu waktu, mataku tertumbuk pada share seorang teman di akun fesbuk. Ajakan bergabung dalam grup Akademi Menulis Kreatif.

Ini yang namanya pucuk dicinta ulam tiba. Aku terpukau melihat banyaknya penulis di grup itu. It's so amazing. Ternyata, aku tak sendiri, kawan :). Kau tau? Ternyata semangat dan kualitas lebih terpacu jika kau beredar di antara orang-orang dengan passion sama sepertimu.

Yup, yup. Tak lama aku gabung di grup itu, fastwriting dan mindmapping meningkat pesat. Pernah kubuktikan sendiri. Bikin novel dalam dua minggu. Meski pas proses editing tepar 😂😂😂.
Minderku juga kabur. Senangnya.

Sekarang, saatnya aku berbagi. Kamu tertarik? :) Full smile :D

Ketik aja yah.

Eva_namakamu_JoinAMK_email
Kirim ke WA 0819-5916-1610

#JadilahSahabatAMK
#AkademiMenulisKreatif

GRATIS LOH :D

#Eva, Kandangan, Kalsel 29.09.2016

Curhat Siswa Akademi Menulis Kreatif (AMK)

Mencurahkan isi hati di sosmed, kesannya kok lebay amat sih. Sedih dikit curhat di sosmed, bingung dikit tulis di sosmed, marah dikit tulis di sosmed. Kalau sedang senang, pamer juga di sosmed. Apalagi kalau banyak yang like, makin semangat deh curhatnya.

Memang tak selamanya isi hati yang dicurahkan itu hal-hal yang bersifat negatif. Tak selamanya juga kesenangan itu untuk dipamerkan. Bisa jadi kebahagiaan yang disampaikan di sosmed bertujuan untuk menginspirasi dan berbagi kebaikan dengan orang lain. Jika demikian adanya, kenapa tidak? Bukankah Allah Swt berfirman, yang artinya:

"Dan apa-apa yang berkenaan dengan nikmat Tuhanmu, maka  ceritakanlah" (TQS. Adl-Dluha: 11)

Jika saya boleh sedikit curhat. Sedari lama saya berkeinginan untuk bisa menulis. Melihat tulisan-tulisan orang di majalah dan koran, sepertinya mudah sekali, semudah membacanya. Tetapi keinginan tersebut tinggallah keinginan, artikel pertama saya pada tahun 2000 untuk majalah kampus pun langsung ditolak redaktur. Bahasanya terlalu kaku dan normatif katanya. Ya sudahlah, keinginan itu akhirnya lama terpendam.

Saya mencoba menulis kembali pada tahun 2005-an. Kolom opini di sebuah media lokal, itulah target utama saya. Namun jangankan satu paragrap, satu kalimat pertama pun saya hapus berkali-kali. Walhasil, setelah beberapa kali memaksakan diri, jadilah beberapa halaman tulisan opini. Dengan percaya diri, saya antar sendiri file dan hardcopy tulisan itu ke media yang ditargetkan. Hasilnya? Alhamdulillah masih ditolak.

Ada kebahagiaan tersendiri saat ditolak redaktur media lokal yang saya temui. Karena redaktur opini yang saya temui bukan sekedar menolak, tetapi dengan baik hati beliau mengajarkan saya tentang tata cara membuat tulisan opini yang layak muat. Beliau berikan banyak masukan kepada saya pribadi. Sayang sekali, karena sudah sangat lama dan interaksinya terbatas, saya lupa nama beliau. Mudah-mudahan beliau membaca tulisan ini.

Setelah diberi banyak masukan, saya pun mengedit tulisan saya kembali. Banyak yang saya perbaiki sesuai masukan dan arahan Sang Redaktur. Alhamdulillah setelah selesai, tulisan tersebut tayang juga di sebuah media cetak lokal. Meskipun setelah diedit kembali oleh redaktur. Saya terus menulis dalam beberapa bulan kemudian, hingga akhirnya vaccum. Ada kejenuhan tatkala saya menulis dalam kesendirian.

Pada tahun 2014, mulailah saya menulis kembali. Artikel dan opini saya mulai mengisi beberapa media cetak dan daring. Namun, kejenuhan itu akhirnya tetap mendera. Kalau kata para penulis mayor, saya terkena writers block. Semacam penyakit yang membuat para penulis kehilangan ide tulisan.  Saya pun sempat diam dalam beberapa bulan. Hingga dipertemukan kembali dengan seorang guru dan sahabat, beliau adalah Apu Indragiry, seorang penyair dan juga perintis Akademi Menulis. Beliaulah yang memasukkan saya ke dalam grup komunitas Akademi Menulis Kreatif (AMK), di WA dan di Telegram.

Sebagaimana yang pernah diumpamakan oleh Rasulullah Saw tentang pengaruh teman. Jika kita dekat dengan seorang pandai besi, minimal kita akan terkena percikan apinya. Begitu pula jika kita dekat dengan penjual minyak wangi, minimal kita akan teroles wanginya. Saat kita berkeinginan menjadi seorang penulis, bergaul dengan sesama penulis, tentu pilihan yang tepat. InsyaAllah kemampuan menulis kita akan terus terjaga dan terlatih.

Di kelas online Akademi Menulis Kreatif pula saya mulai belajar menulis puisi dan cerpen. Alhamdulillah selama bergabung di grup AMK, saya bisa menuntaskan 2 Buku Antologi, 1 buku kumpulan puisi dan cerpen serta 1 buku yang saya beri judul Menulis Perjuangan dan Dakwah.

Via WA dan Telegram, aktifitas diskusi di grup AMK menjadi lebih bebas, tidak terikat waktu dan tempat. Tentu di antara teman-teman ada yang bertanya. Dengan berbagai manfaat yang diterima, berapakah biaya untuk gabung grup WA dan Telegram AMK? Biayanya adalah waktu, ketekunan dan keseriusan. Mau konsultasi dan diskusi seputar menulis serta ikut kelas menulis online mingguan, semuanya tidak dipungut biaya sepeser pun. Hanya paket data, selain itu gratisss.

Oleh karena itu, bagi Anda yang sedang belajar menulis, atau ingin menjadi penulis. Bisa gabung AMK dengan mengetik format berikut:

aryh_namaanda_joinAMK_email

lalu kirim ke 0819-5916-1610

Terima kasih sudah membaca curhatan saya. Semoga bermanfaat. Aamiiin.

Ary H.

#JadilahSahabatAMK
#AAkademiMenulisKreatif

Rabu, 28 September 2016

"Duduk Bersama"

Kita duduk bersama
Bersama satu visi misi
Misi ikhlas saling berbagi
Berbagi ilmu dan motivasi
Motivasi akidah membara
Bersama meraih mimpi
Kita duduk bersama

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 29/09/2016

"Duduk Bersama"

Kita duduk bersama
Bersama satu visi misi
Misi ikhlas saling berbagi
Berbagi ilmu dan motivasi
Motivasi akidah membara
Bersama meraih mimpi
Kita duduk bersama

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 29/09/2016

"Mantapkan Fokus"

Memikirkan sesuatu yang menjauhi
Letih bergumul semua perhatian hati
Ini sekian kali bergerak kaki
Berhenti dan berlari lagi
Mantapkan fokus ini
Jarak yang terhitung waktu sekian hari
Tentu bisa bimbing melangkah pasti
Menemui hati suci
Tenang terima kebenaran ilahi

Nor Aliyah
Kandangan (Kalsel), 29 September 2016

"Mantapkan Fokus"

Memikirkan sesuatu yang menjauhi
Letih bergumul semua perhatian hati
Ini sekian kali bergerak kaki
Berhenti dan berlari lagi
Mantapkan fokus ini
Jarak yang terhitung waktu sekian hari
Tentu bisa bimbing melangkah pasti
Menemui hati suci
Tenang terima kebenaran ilahi

Nor Aliyah
Kandangan (Kalsel), 29 September 2016

Senin, 26 September 2016

"Memancarkan Cahaya"

Kau selalu bilang
Coba tengoklah ke langit!
Di sana ada banyak
Bintang-bintang

Tahu kenapa mereka ada?
Ya, mereka ada
Karena mereka bersinar
Memancarkan cahaya terus

Semua bintang itu tak sama
Unik berbentuk
Miliki cahaya masing-masing
Berasal dari satu sumber

Tak peduli sekecil apapun
Cahaya hidup yang dipunya
Mereka tetap memancarkannya
Meski redup hanya seberkas

Mereka berani untuk berpijar
Memancarkan cahaya risalah-Nya
dari berbagai penjuru
dan kegelapan kufur sirna

Ya, hari ini kulihat lagi
Bintang-bintang itu bertaburan
Mewarna indah semesta
Menampakkan pijar keemasan

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 25/09/2016

Selasa, 20 September 2016

"Perbuatan Baik Atau Buruk"

Bila bertanya pada yang lain
Mungkin tak jadi sama
Berlainan jawabannya
Perlu ada penyamaan

Terkadang mereka menyebut
Baik dan buruk itu
tergantung karena manfaat
atau apa yang diterima

Janganlah bingung
Bimbang dalam menimbang
dalam memandang perbuatan
Maka sudah jelas
Inilah jawabannya

Patokannya sama patokannya tetap
Kesesuaian atau ketidaksesuaian
dengan perintah Allah
dan tujuannya adalah
ridha Allah saja

Jika sesuai hukum syariat
maka itu baik
Jika tidak sesuai hukum syariat
maka itu buruk
Inilah batasnya

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 19/09/2016

"Sederhana"

Aku hanya
Menyusun bait
Yang sederhana
Tanpa umpama

Kala aku
Coba merangkai
Masih kurang
Pilihan kata

Aku lupa
Malah ragu
Untuk tampilkan
Meski benar

Saat aku
Tak sederhana
Semua sulit
Tidak selesai

Aku ingat
Kata bermakna
Sampaikan darinya
Meski seayat

Ketika aku
Mulai sadar
Ini sederhana
Semua mudah

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 16/09/2016

Sabtu, 17 September 2016

"Wanita Yang Tersandera"

Melintas lenggok manis
Hidupmu penuh gaya modis
Molek riasan rupa bagus
Tangan tersibak mulus
Dengan lusinan gelang emas menghias
Gaun glamor gaya burjuis

Bagimu
Tiada kata tulus
Mobil mewah, barang wah
Maknai gapai sukses
Dibelenggu mimpi keinginan yang mesti terbeli
Haruskan diri berjibaku jabatan
Meski harus tanggalkan kehormatan

Malu rupanya tampilkan figur perempuan
Wanita yang tertahan
Hidup di rumah untuk mengurusi
Rumah, anak dan suami

Semoga kau cepat sukses
Tak menjadi wanita yang tertawan
Begitu kau doakanku
Antara prihatin atau pemberian

Tidak!
Itu bukan sukses
Kurasa kaulah wanita yang tersandera
Jeruji indah
Lapar mata
Dikurung pandangan dunia ala kapitalis

Aku tak mau sepertimu
Terpaling jauh dari fitrah alami
Aku ingin sukses di sini dan juga di sana

Nor Aliyah
Kandangan (Kalsel), 15/7/2016

Minggu, 11 September 2016

Samarinda Butuh Syariat Islam, Kata siapa?

Oleh: RWijaya

Waktu terus bergulir. Mengiringi fase demi fase kehidupan yang terus berganti. Problematika kehidupan semakin beranak pinak, tiada henti mengalir di setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Belum sempat tuntas satu permasalahan yang mencuat di tengah-tengah kehidupan masyarakat, muncul lagi permasalahan baru yang semakin membuat mereka jenuh menjalani kehidupan di era saat ini. Marah bercampur tangis, mencari jalan tuk mengakhiri segala kekacauan yang memunculkan kegalauan yang tak berkesudahan.

Pada bulan Mey lalu, polisi menangkap lagi seorang pengedar sabu-sabu yang berinisial (MI). Saat itu ia sedang bersantai di rumahnya yang beralamatkan di Kelurahan Rapak Dalam, Samarinda Seberang. Dalam pengungkapan kasus tersebut, polisi berhasil mengamankan 26 poket sabu seberat 11,21 gram yang ditemukan di dalam dompet MI.

Miris. Pria berusia 52 tahun itu menghidupi keluarganya dengan berjualan barang haram. Ia mengaku terpaksa berjualan sabu lantaran tak bekerja. “Himpitan ekonomi. Mau beli makan kayak apa karena saya tidak bekerja,” ujarnya.

Kasus serupa banyak terjadi di lingkungan masyarakat dewasa ini, khususnya di Kota Samarinda. Belum lagi dengan munculnya kasus-kasus lain yang semakin memperpanjang daftar kerusakan yang terjadi di kota tercinta kita ini. Seperti kasus pemerkosaan wanita yang jika dihitung dalam jumlah rata-rata, setiap bulan terjadi sembilan kasus. Endah Sri Lestari, Kabid Pemberdayaan Perempuan KAMMI Samarinda mengungkapkan, “Tindakan amoral terhadap perempuan sempat mencuat beberapa bulan lalu di media sosial. Ini menjadi bukti di mana pornoaksi yang dilakukan perempuan mulai terjadi di Samarinda.

Kasus kejahatan memang terbilang spektakuler di Kota Tepian. Kasus demi kasus terus menjamur dan tak jua kunjung terobati. Dan lagi-lagi warga harus geger dengan kasus baru yang terjadi di atas jembatan layang baru Kota Samarinda. Kasus berdarah itu masih hangat diperbincangkan. Pasalnya, kasus yang terjadi pada Jumat (2/9) lalu ini telah menewaskan korban yang berstatus sebagai guru Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) YPI Cordova. Rika Novita Syoer (41) telah menyalakan sirine tanda bahaya bagi Ibukota Kalimantan Timur yang khas dengan sarung samarindanya ini. Guru sekaligus seorang ibu ini pun harus menyisakan duka yang mendalam bagi keluarga yang ia tinggalkan.

Apa yang menyebabkan kasus-kasus seperti ini bisa terjadi, bahkan kerap terulang berkali-kali dengan kasus yang tak jauh berbeda?

Sebenarnya banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya tindak kriminalitas. Bisa jadi karena fhimpitan ekonomi dan bisa jadi pula disebabkan oleh penegakkan hukum yang terbilang tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Sehingga kasus serupa akan terulang lagi dan lagi saat mereka dibebaskan dari balik jeruji besi.

Bila kita amati dengan cermat, maka kita akan menemukan tiga penyebab utama yang mendorong berlakunya kejahatan yang seolah tiada akhirnya. Penyebab pertama adalah ketiadaannya kesadaran yang mengkristal pada setiap individu akan perannya sebagai insan yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa. Ia tidak memahami bahwasannya segala perbuatan apapun harus terikat dengan aturan-Nya. Dan bahwa misi manusia di muka bumi ini adalah hanya untuk tunduk dan patuh pada perintah-Nya. Kedua, hilangnya peran masyarakat yang berfungsi sebagai supervisor yang mengawasi setiap perilaku individu agar tidak menyimpang dari aturan yang telah digariskan. Dan yang ketiga adalah lenyapnya sistem negara yang berfungsi sebagai perisai rakyatnya, serta menjamin terpenuhinya rasa tentram dalam hidup.

Sebagian warga Samarinda ada yang mengatakan bahwa Samarinda darurat narkoba, darurat zina dan darurat lainnya. Untuk itu, syariat Islam dinilai mampu menuntaskan segala problematika kehidupan yang tengah dihadapi masyaratkat.

Benarkah Kota Tepian ini membutuhkan syariat Islam sebagai solusi berbagai problematika kehidupan? Siapa yang berkepentingan dibalik penerapan syariat Islam?

Islam bukan sekedar agama ritual. Tetapi Islam adalah sebuah ideologi alias pandangan hidup yang merupakan solusi atas segala bentuk problematika kehidupan yang tengah dihadapkan pada masyarakat.

Selain hukum-hukumnya yang lain, Islam mempunyai sistem sanksi yang tegas bagi setiap pelaku kejahatan. Disamping itu, penerapan sanksi Islam memiliki dua fungsi, yaitu yang pertama sebagai jawabir (penebus dosa). Seorang pelaku kejahatan yang dihukum dengan hukum Islam akan menjadi penebus dosa baginya, ia tidak lagi mempertanggung jawabkannya diakhirat kelak. Sebagaimana hadits Rasullulah yang diriwayatkan oleh Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit, “Kalian berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang ma’ruf. Siapa saja menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala; dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya; dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.”

Kedua adalah sebagai jawazir (pemberi efek jera). Penerapan syariat Islam akan memberikan efek jera bagi pelaku. Di samping itu pula, pemberian sanksi yang diumumkan atau ditontokan dihadapan publik akan mencegah seseorang yang lain untuk melakukan tindak kriminal karena takut akan sanksinya yang tegas.

Untuk itu, maka ideologi yang berasal dari Sang Maha Sempurna ini mampu memberikan solusi tuntas. Karena memang Allah-lah yang paling mengetahui secara rinci serinci-rincinya apa yang dibutuhkan seluruh makhluk-Nya yang berjalan di bumi milik-Nya.

Ya, dan sesungguhnya penerapan syariat Islam adalah seruan dari Sang Maha Pencipta dan Pengatur, yaitu Allah SWT. Ialah yang mempunyai kepentingan di balik penerapan syariat Islam. Kepentingan-Nya untuk memuliakan bumi dan seisinya, tak terkecuali Kota Samarinda tercinta ini.

Dengan penerapan syariat Islam maka kehidupan yang aman dan tentram akan terwujud. Islam akan membekali dan menjamin setiap individunya agar senantiasa terikat dengan aturan yang telah diberlakukan, masyarakat akan menjalankan fungsinya sebagai pengontrol bagi siapa saja yang akan melakukan tindak pelanggaran, serta Islam akan mewujudkan negara yang menjadi perisai bagi rakyatnya.  Bahkan, bukan hanya bagi warga Kota Tepian saja, tetapi setiap makhluk yang ada di seluruh dunia.

Itulah keistimewaan syariat Islam saat diterapkan. Lebih dari itu, yang paling utama adalah bahwa penerapan syariat Islam semata-mata sebagai simbol ketaatan kita sebagai seorang hamba yang tunduk dan patuh hanya kepada-Nya. Dan karena Samarinda adalah bagian dari belahan bumi milik Allah, maka sudah seharusnya Samarinda diatur dengan syariat-Nya. Jadi, Allah-lah yang mengatakan bahwa Samarinda butuh syariat Islam, bukan sekelompok orang apalagi penulis. Dengan begitu pertanyaan akan berbalik. Samarinda tidak butuh syariat Islam, kata siapa? Wallahu a’lam bi ash-showwab.

Samarinda, 11/09/16, 06.14

Senin, 05 September 2016

Tentang Matematika



NM. Alifah present
"Karena hidup ini berbicara tentang rumus sederhana matematika."

Resensi Novel


Judul                            : Jono yang Pernah Putus Sekolah
Pengarang                   : Imam Mahfud, B.A.
Penerbit                       : Balai Pustaka
Banyak Halaman         : 83 (halaman)
Tokoh                          : Jono, Kak Siti, Kowo, Pak Haji, Arief, Pak Pono, Mak Inem, Guru Jono
Watak                          :
Jono : Baik hati, bijaksana                  Kowo   : Sombong
Ibu Jono : Baik                                     Pak Haji : Perhatian
Kak Siti : Baik                                     Arief : Baik hati
Pak Pono : Baik                                   Mak Inem : Baik sekali
Guru Jono : Perhatian, baik hati
Tema                           : Perjuangan siswa miskin untuk terus sekolah
Alur                             : Jono yang putus sekolah sebab kekurangan biaya, kemudian dia
  berjuang untuk terus sekolah
Latar                            : Kehidupan desa
Amanat                       : Tidak boleh berputus asa
Ringkasan cerita         :
            Cahaya matahari sore menyinari lereng Wilis Barat, sehingga tampak jelas sawah-sawah yang bertangga-tangga, dengan pematangnya yang berkelok-kelok, sungai yang berliku-liku. Udara segar dengan sinar yang tak seberapa panas membuat wajah lereng gunung ini tampak berseri-seri.
            Seorang ibu dengan anaknya yang sepertinya sedang berbicara serius mengenai sekolah anaknya itu, yang menurut ibunya harus diberhentikan karena tidak ada biaya. Anaknya menginginkan terus sekolah. Sedangkan ibunya tidak dapat membiayainya. Seorang anak yang tiap pagi harus membantu ibunya. Ia menggantikan pekerjaan kakaknya yang pergi bertransmigrasi keluar pulau bersama suaminya. Dialah Jono. Seorang anak yang sangat tidak ingin mengecewakan ataupun merepotkan ibunya.
            Pada malam tiba, Jono tidak dapat tidur. Ia bingung apakah dia harus keluar dari sekolahnya? Sedangkan ia belum tamat sekolah dasar. Tapi, jika ia tidak keluar dari sekolahnya maka pekerjaan ibunya menjadi semakin banyak.
            Ia pun datang ke kamar ibunya. Ia sudah membuat keputusan untuk keluar dari sekolahnya. Ia akan membuat surat putus sekolah yang akan diberikan kepada wali kelasnya. Sepulang dari sekolah, Jono langsung beranjak pergi ke sawah yang luasnya tidak seberapa.
            Dia merenung dan sesekali menitikkan air mata. Arief sahabat sejatinya sangat sedih mendengar kabar bahwa Jono keluar dari sekolah. Arief menceritakan berita tersebut kepada orang tuanya. Ia berniat ingin membantu Jono.
Beberapa hari kemudian, Jono belajar menanam Jeruk Tempel di ladang Pak Haji, ayah Arief. Ia senang belajar menanam bersama Pak Haji. Jika ia punya uang, ia akan membeli Jeruk Tempel kemudian menanamnya di samping rumahnya.
Satu tahun kemudian, Jono kembali bersekolah. Namun, ia kembali lagi menjadi murid kelas lima. Ibu Jono mulai membuka warung kecil-kecilan. Jono pun menambah terus bibit Jeruk Tempelnya. Jono sangat senang bisa kembali ke sekolah kesayangannya SD Sinduhardjo, walaupun harus mengulang dari kelas lima.
Jono terus membantu ibunya bekerja sehingga penghasilan ibunya semakin hari semakin bertambah. Jono dan ibunya hanya tinggal di gubuk yang sangat sederhana.
Jono sangat prihatin kepada anak-anak yang pernah putus sekolah seperti dirinya. Masyarakat di desa Jono berencana mendirikan sekolah Pamong. Jono sangat giat belajar, ia menjadi remaja pria yang sangat pandai.
Tujuh belas tahun kemudian, Jono sudah lulus sekolah. Dia berencana melanjutkan sekolahnya. Tapi, ia tidak tertarik menjadi pegawai negeri. Dia berencana sekolah ke SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas).
Di hati Jono tertanam jiwa yang besar. Jiwa yang sanggup bertanggung jawab, yang seharusnya dimiliki oleh setiap pemuda Indonesia.


Oleh : Aufa Lidinillah Ary Husein (SDN Lewo 2 Kota Tasikmalaya)

Jumat, 02 September 2016

Meratusku

Meratusku

Denting gelang hiyang berdecai pelan
Tandik surut bermula enggan
Nyalang pandang lelehe bergoyang
Diusik tanya apakah gerangan

Kau bertanya dimana salahnya
Mendamba cinta
Meraih berkah
Di lelahnya ibadah

Berkipas sayang kujawab syahdu
Tradisi usang telah berlalu
Seindah apapun tiada guna
Saatnya ganti dengan syariat sempurna

Jika kau sungguh mendamba cinta
Ikuti arah cahaya-Nya
Terangi kalbu kuak kegelapan
Kau akan sampai di muara harapan

Itulah jalan yang benar
Bukan bertahan dengan kearifan lokal
Demi komersial berpulas ritme ritual
Yang ada kau tertipu para penjagal

Sadarlah wahai pewaris alam
Mari menindas peradaban kelam
Menabur berkah dengan syariah
Agar bumimu permai tak lagi gundah

#Eva, Kandangan, Kalsel, 03.09.2016

Kamus :
Hiyang = gelang perunggu ritual Dayak
Tandik = tarian ritual Dayak dengan gaya melompat-lompat
Lelehe = kalung ronce bunga hutan

Kamis, 01 September 2016

Kini

Mentari menangis saat awan
meluapkan isinya
Permukaan tanah bergejolak saat
ia tak mampu menahan beban berat
Langkah setiap insan, berhamburan
entah ke mana:
Mencari tempat berlindung.
Jiwa yang tak kuat melihat
keadaan:
Teriris.

Mata sembap kini menghiasi bumi
Mencari kedamaian dalam deretan
tangis
Awan menyesal akan luapan isinya,
Namun ia tak mampu menarik
kembali.
Kini, ia hanya menatap mereka
dengan sedih:
Menatap mereka yang sibuk
meluncurkan do'a kepada Sang
Pencipta
Menatap mereka yang sibuk
mencari belahan jiwanya yang tak
ikut serta dalam hamburan
langkahnya.

Tuhan sedang menguji mereka yang
sibuk akan dunia mereka ;
Yang mementingkan kepribadian
mereka
Mendewakan keegoan mereka
Mendewakan harta juga martabat
mereka.

Kini.
Dalam satu waktu, mereka yang
angkuh hanya bergeming penuh
penyesalan
Kini.
Mereka yang tidak memedulikan
sesama, membelah hatinya dan
berkaca
Dan kini.
Mereka tersadar atas semua yang
mereka miliki maupun keegoan
pribadi
Tersadar bahwa:
Mereka masih satu bulan
Satu matahari
Satu tapak yaitu bumi
Juga satu Tuhan.

cempakaLA
Depok, 16-05-14

Rabu, 31 Agustus 2016

Darah Pena

Darah Pena

Kuasa kezaliman di pelupuk mata
Raga rengat tiada daya
Mulut pun terbungkam siksa
Hati remuk direjam lara

Bagaimana tidak merana?
Anakku anakku dibius dunia fana
Keluargaku keluargaku dikungkung dusta
Kemarahan dimana-mana
Bikin pepat rumahsakit jiwa

Sakit, umatku sakit
Kepingan beling menancapi hati
Jantungku terbakar emosi
Namun gerakku terkalang api

Tapi lihatlah Hai Angkara Murka
Tangan kami masih bebas menuang tinta
Jika tinta hitam kau sita
Yang merah masih ada

Kala tekad telanjur bertahta
Rindu ridha Ilahi semata
Maka siapa yang mampu menghambat pena
Tuk goreskan kata-kata
Menuang pedih rasa tersiksa

Wahai pengkhianat peradaban, selamanya, selamanya
Bait aksara ini akan menyiksa
Kau rendam kau hapus sia-sia saja
Huruf-hurufnya 'kan timbul kembali
Karena beroles tinta hidup dari darah kami

#Eva, Kandangan, Kalsel 31.08.2016

Jodoh adalah Misteri Ilahi

Berbicara tentang jodoh tidak akan ada habis-habisnya. Topik yang selalu hangat diperbincangkan dari dulu hingga kini, terlebih di kalangan para remaja.

Jodoh adalah misteri Ilahi. Siapapun tidak ada yang bisa mengetahuinya kecuali Sang Maha Pemilik Hati.

Jodoh adalah misteri Ilahi. Bisa dibilang, semua orang mengetahui hal itu. Lalu, mengapa ritual pencarian jodoh masih dilakukan "semau gue"? Padahal yang dinilai bukan apakah kita bertemu jodoh kita atau tidak, tetapi usaha kita dalam pencarian; apakah sesuai tuntunan Sang Pengatur atau selainnya.

Malang. Satu kata yang pas dilontarkan untuk pemuda yang satu ini. Aris, selama 7 tahun merajut kasih bersama seorang wanita yang diakuinya sebagai pacaranya. Berharap akan berlabuh di dermaga pernikahan bersama sang kekasih tercinta, namun akhir cintanya tak seperti yang ia harapkan. Ucapan selamat menempuh hidup baru harus ia lisankan untuk kekasihnya yang ternyata berlabuh di pelabuhan hati orang lain.

Sungguh malang. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah berinvestasi dosa, sakit hati pula. Mau tidak mau, kata "ikhlas" yang harus ditururkan oleh lelaki yang bernama lengkap Aris Prasetyo ini.

Jodoh adalah misteri Ilahi. Lebih baik menyibukkan diri dalam ketaatan yang pasti mendatangkan kebaikan daripada bertahun-tahun bergelut dalam kubangan hitam bernama pacaran yang niscaya mengundang murka Ilahi.

Yuk move on! Karena pacarmu belum tentu jodohmu.

RWijaya
Samarinda, 31/08/2016, 19.28

Selasa, 30 Agustus 2016

Di Bawah Curah Hujan

Hujan yang selalu taat kepada Tuhan
Jatuhkanlah tetes bulir-bulir airmu
Longsorkan gunung keangkuhan
Seret sampah kemunafikan
Biar sekulerisasi terbawa erosi
Bersama limbah-limbah libelarisasi serta racun demokrasi
Lalu tumbuhkan benih-benih iman
Segarkan tunas-tunas Islam
Suburkan ketaatan bani Adam kepada Allah
Karena air takkan tercurah indah tanpa rahmat-Nya

(Ary H.)

Senin, 29 Agustus 2016

Dekadensi moral anak bangsa, salah siapa?

Siapa yang tak tahu kelakuan remaja di zaman yang dikatakan modern saat ini. Hampir semua orang tua tahu. Bahkan anak-anak mereka tak jarang yang menjadi korban bahkan pelaku kerusakan yang terjadi.

Kesenangan yang fana telah membutakan hati para pemuda dewasa ini. Racun budaya berbisa yang dihembuskan oleh barat berhasil menggeser besarnya potensi pemuda menjadi dekadensi moral yang berkepanjangan.

Miris. Semakin hari penduduk dunia semakin rusak. Terlebih para pemuda-pemudinya. Dan lagi, untuk yang kesekian kalinya beredar foto miskin moral. Kali ini adegan tak pantas itu dishoot di sebuah kereta api dari Surabaya. Melakukan kemaksiatan di tempat umum saja mereka berani. Bagaimana jika bukan di tempat umum?

Dengan banyaknya fakta serupa, para orang tua pun semakin cemas. Pendidikan di dalam rumah ternyata tak mampu membentengi anak mereka dari luapan panas pergaulan di luar rumah. Lingkungan yang tidak kondusif di luar rumah berhasil membuat anak mereka bermuka dua. Terwarnai bukan mewarnai.

Mengapa semua ini bisa terjadi? Apakah individunya yang tak berbekal rasa takut pada Sang Pencipta, sehingga mereka bebas melakukan apa yang mereka inginkan? Atau keluarga --yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat-- tidak memberikan edukasi yang cukup bagi sang anak? Ataukah masyarakat sudah tidak lagi peduli dengan kerusakan ada? Atau apakah visi para penguasa bukan untuk menjaga moral anak bangsa, tetapi hanya untuk menjadi kaya?

Ya, semua adalah benar. Selama semua komponen tidak berjalan secara beriringan, maka selama itu jualah anak bangsa tidak akan terbebas dari lubang kenistaan. Wallahu a'lam.

RWijaya
Samarinda, 29/07/16, 09.23

Selasa, 23 Agustus 2016

"Bagian dari Kalian"

Siang malam telah berganti
Berlalu demikian cepatnya
Seakan baik-baik
Tapi tidak berasa ada arti
Ini tidaklah baik-baik saja

Kurasa, entahlah
Ada sesuatu yang salah
Kini sudah tidak lagi
Ada hal kosong
Yang menghilang

Dulu dalam kenangan
Jika tertawa karena kalian
Tawa untuk kalian
Jika menangis pun karena kalian
Tangis untuk kalian

Ada apa ini?
Kapan terjadi?
Mengapa begini?
Kenapa tak bisa lagi?
Bagaimana akan kembali?

Sungguh aneh
Terasa jadi berubah
Bagian yang melupakan kalian
Tenggelam di kesibukan harian
Lupa kalian

Terngiang pesan sang utusan
Rasulullah yang mulia
Terdera lecut rasa malu
Bukanlah termasuk bagiannya
Yang tidak memikirkan kalian

Tertawa, menangis, memikirkan lagi
Ingin menjadi bagian dari kalian
Selalu dan terus begitu
Hingga nanti sekalian
Karena dengan kalian rasaku terisi

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 23/08/2016

"Kebenaran Tak Akan Diam"

Kepada para pembungkam
Aku akan menyatakan kalam
Aku ingin menuliskan
Membuat sebuah pernyataan

Kau melarang aku mengungkapkan
Memaksaku untuk melakukan
Ini sungguh mustahil kulakukan
Kenapa pula harus kulakukan?

Aku akan tetap menegaskan
Aku tak mau didiktekan
Meski kau melarang seribu kali
Aku hanya taat aturan Ilahi

Wahai para pembungkam
Kau tak bisa menyuruhku diam
Karena kutetap akan bicara
Kenyataan harus terindra oleh semua

Kebenaran sudah di permukaan
Tak akan mampu disembunyikan
Segenap mata mampu menangkap
Setiap hal itu segera terungkap

Untuk para pembungkam
Tak kubiarkan bertebaran hal lalim
Aku akan tetap membuka terang
Demi terbitnya fajar gemilang

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 23/08/2016

Senin, 22 Agustus 2016

Tujuh Puluh Satu Tahun Merdeka (Katanya)

Tujuh Puluh Satu Tahun Merdeka (Katanya)

Oleh Eva Ummu Salwa

71 tahun kita merdeka. Jika manusia itu sudah terkategori  lansia. Semakin menua, harusnya kian peka. Tapi apa mau dikata? Kenyataan berbicara. Bangsa ini tak pernah belajar dari kesalahan mereka. Berkali-kali didera penyakit yang sama. Namun tak kunjung jera dan mencari obat patennya. Selalu pakai obat palsu oplosan dari Asing yang membikin euforia.

Tak perlu data statistik atau penelitian ilmiah berlapis-lapis untuk  membuktikan betapa bangsa ini belum merdeka. Belitan penjajah masih membelenggu leher, mematikan potensi bangsa.

Belum lupa kita dengan tragedi penggusuran dimana-mana, reklamasi pulau semena-mena, orang asing bikin kantor kedubes seenaknya, pesawat militer asing lewat tanpa izin pun dimaafkan begitu saja, pulau-pulau disewa dan dijual ke asing atas legalitas negara.

Katanya bangsa ini negara kaya, melimpah dengan sumber daya, kenyataannya rakyat banyak jadi kuli di kampung sendiri. Katanya negeri yang rakyatnya adem tenteram, tapi yang tampak adalah kemiskinan merebak, pengangguran membludak, industri dalam negeri sekarat, kekerasan marak, anak-anak terlantar, TKW  terdampar tanpa perlindungan, dan keluarga retak.

Belum lagi peningkatan hutang negara yang tiada habisnya. Pantas leher ini rasa dicekik. Boro-boro mngulurkan bantuan kemanusiaan pada sesama muslim tertindas di negara lain, pada rakyat sendiri pun pelit. Buktinya biaya pendidikan dan kesehatan mahal. Tarif listrik dan bbm tiap tahun naik. Subsidi gas dan pupuk dicabut. Jalan-jalan dan jembatan rusak bertahun-tahun tak dilirik.

Kok bisa begitu? Miris, miris.

Tampaknya, mental terjajah yang diwariskan sejak zaman penjajahan Belanda telanjur mendekam di benak penguasa kita. Malas mikir, berharap belas kasihan pada dunia. Cari muka menghiba-hiba agar diakui Amerika dan negara-negara satelitnya. Selalu merasa tidak mampu menangani masalah sendiri dan melemparkan tanggungjawab pada rakyat yang dilegitimasi oleh undang-undang bernafas neolib.

Sungguh kita belum merdeka.

Harus ada revolusi mental di benak bangsa ini dalam memaknai merdeka. Perlu reset ulang, dari mental terjajah ke mental merdeka. Namun jelas mesti dipahami dulu, hakikat merdeka itu apa. Tentu harus ada batasan, supaya tidak bias dengan makna kebebasan, bukan?

Dikutip dari web official yuk ngaji, ternyata merdeka hakiki bersumber dari fitrah sejati, bahwa manusia tak layak menghamba pada makhluk, tapi hanya menghamba kepada Al Khaliq.

Dialah Allah SWT, Sebagai Yang Mencipta, tentu Dia-lah yang paling tahu tentang apa yang terbaik dan apa yang terburuk bagi ciptaan-Nya. Tentang pemilikan dan penguasaan Allah terhadap segala sesuatu, Allah berfirman:

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ

Kepunyaan Allahlah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan. (QS. Ali Imrân/3: 109)
Sebagai milik Allah, maka –suka atau tidak suka—semuanya pasti dikembalikan dan berserah diri kepada Allah SWT:

وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

“…kepada-Nya-lah berserah diri siapa saja yang ada di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (QS. Ali ‘Imrân/3: 83)

وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ “

Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”(QS. Hûd/11: 123)

Makna kalimat pasif  "dikembalikan" karena memang semua persoalan tanpa kecuali, pasti akan dikembalikan atau dipaksa untuk kembali kepada Allah Sang Pemilik & Sang Penguasa (al-Malik). Sebab itulah maka  tidak ada pilihan lain bagi manusia kecuali berserah diri secara mutlak kepada Allah SWT.

Atas dasar ini pula, manusia tidak dibenarkan memisahkan aktivitas hidupnya, sebagian untuk Allah dan sebagiannya lagi untuk yang lain. Semuanya harus total dipersembahkan hanya kepada Allah SWT:

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

“Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Pemelihara alam semesta.“ (QS. Al-An‘âm/6: 162).

Jadi jelas, merdeka hakiki bersumber dari fitrah sejati, bahwa manusia tak layak menghamba pada makhluk, tapi hanya menghamba kepada Al Khaliq Al Mudabbir. Saatnya gelorakan semangat revolusi mental dari terjajah menuju mental merdeka yang hakiki. Agar seluruh persoalan bangsa ini bisa dipecahkan secara mandiri dari sumber yang pasti, yaitu Al-Khaliq.

Merdeka.

Eva, Kandangan, Kalsel, 18 Agustus 2016

Deep Writing

Deep Writing *)

Tulisan ini terinspirasi dari materi yang pernah disampaikan Sang Mentor gila baca, Mas Nafiudin. Beliau menekankan pentingnya deep reading (membaca secara serius, pen.) bagi seorang penulis. Nah, di sinilah saya tergelitik untuk menulis tentang deep writing (menulis secara serius, pen.).

Pentingnya deep reading dilatarbelakangi adanya kesulitan orang untuk mengingat apa yang telah dibaca. Semua itu terjadi karena kebiasaan membaca secara sekilas, sehingga apa yang kita baca tidak langsung tersimpan di memori. Membaca di internet, status dan pesan pendek dan sebagainya, itulah yang menjadi faktor penghambat deep reading. Hal ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan aktifitas menulis. Karena pada era digital sekarang ini, hampir setiap kita senang menulis, yang paling sering adalah menulis pesan dan status di media daring. Tetapi, mungkin hanya sedikit di antara kita yang bisa menuangkannya menjadi sebuah tulisan utuh. Mengapa? tentunya bukan karena kita tidak bisa menulis, tetapi hanya karena belum terbiasa melakukan deep writing.

Padahal, di antara ribuan pesan dan status yang pernah kita tulis, pasti sebagiannya ada yang bermanfaat untuk orang banyak. Sayang sekali jika ia dibiarkan berlalu begitu saja. Oleh karena itu, setelah terbiasa menulis apapun setiap hari, kita bisa up grade diri kita dengan melakukan deep writing.

Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa membantu kita melakukan deep writing, yaitu :

1) Sediakan waktu luang.
Menulis secara serius tanpa waktu luang tentu agak susah, terutama bagi para pemula. Meskipun bagi para penulis mayor bisa jadi merupakan sesuatu hal yang mudah. Waktu luang yang dimaksud tidak mesti waktu khusus, meskipun itu lebih dianjurkan. Di sela-sela waktu luang ketika bekerja, atau sembari menunggu masakan matang juga bisa. Yang penting, kita sejenak mengkhususkannya untuk menulis. Biar saja barang sepuluh menitan, tidak menjadi masalah. Minimal kita bisa menuangkan sebuah kerangka. Pada waktu yang lain, bisa kita kembangkan menjadi sebuah tulisan utuh.

2) Bebaskan diri sejenak dari akifitas online.
Supaya serius menulis, lepaskan dulu gadget anda. Jika pun anda menggunakan android untuk menulis, offline-kanlah terlebih dahulu. Curahkanlah dulu semua pikiran pada apa yang anda tuliskan. Tentunya, sesuai kerangka yang telah anda buat. Jika tulisan berupa opini, sesuaikanlah dengan kerangka opini. Mulai dari fakta pengantar, masalah, solusi masalah dan ajakan untuk mengikuti solusi yang anda tawarkan. Adapun jika tulisan berupa cerpen, mulailah menulis sesuai alur cerita, peran, konflik serta penyelesaian konflik yang anda buat.

Aktifitas online bisa memudarkan fokus anda. Dalam pembuatan opini dan artikel, aktifitas online terkadang dibutuhkan untuk memperkaya data dan analisa, tetapi saya tidak menyarankan dilakukan di awal aktifitas menulis. Karena aktifitas itu bisa mengganggu kerangka analisa yang telah anda buat. Bisa-bisa anda malah terbawa dengan alur opini milik orang lain. Begitu pula dalam pembuatan cerpen, yang sangat membutuhkan pelibatan hati dan perasaan mengolah kata-katanya. Tentunya semua itu akan terganggu dengan aktifitas online.

3) Khusus opini dan artikel, sertakan fakta dan data yang relevan.
Menyertakan fakta dan data dalam sebuah artikel dan opini sangatlah penting. Fakta bisa dikutip dari sebuah kejadian heboh, misal ketika kita sedang menulis masalah pergaulan kita bisa menyertakan fakta tentang remaja yang membakar diri karena diputuskan pacar. Sedangkan data tentang aborsi akibat KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan) bisa diturunkan dari data rata-rata tahunan menjadi data rata-rata harian. Misalnya ketika Sdri. Fahira Idris menyampaikan 50 orang meninggal karena miras dalam setiap harinya. Hal itu lebih mengena untuk dibayangkan pembaca dibandingkan data 18.250 orang meninggal dalam setiap tahun.  

4) Gunakan Show not tell, untuk penulisan puisi dan cerpen
Tips ini merupakan salah satu materi di Akademi Menulis Kreatif. Show not tell menggambarkan apa yang dituliskan bukan sekedar menceritakan. Misalnya ketika Hamka bermaksud menyampaikan “Saat kamu kecil, ibumu meninggal karena sakit.” di dalam novel Tenggelamnya Van Der Wicjk, beliau menuliskannya, “engkau masih merangkak-rangkak di lantai dan saya duduk di kalang hulu ibumu memasukkan obat ke dalam mulutnya. Nafasnya sesak turun naik, dan hatinya rupanya sangat dukacita akan meninggalkan dunia yang fana ini.”

5) Membaca untuk dapat menulis atau menulis untuk terdorong membaca
Menulis apa yang sudah dibaca atau membaca untuk memenuhi isi tulisan, keduanya sama saja. Kita bisa memilih salah satunya. Untuk pembuatan artikel dan opini kita butuh buku referensi. Perbedaan keduanya terletak pada kutipan. Untuk tulisan artikel kita bisa mengutip buku apa adanya kemudian menyertakan keterangan sumber di catatan kaki. Adapun untuk tulisan tipe opini, apa yang dibaca dari buku referensi dituangkan dengan gaya bahasa sendiri. Tulisan opini pun tidak perlu menyertakan referensinya secara detail sebagaimana artikel.

Sedangkan untuk dapat membuat cerpen yang bersifat fiksi, kita mesti banyak membaca karya fiksi terlebih dulu. Hal ini terkait dengan pembiasaan diri menuangkan tokoh dan konflik. Bahkan di Akademi Menulis Kreatif, diperkenalkan latihan mengubah karya fiksi orang lain menjadi karya fiksi sendiri. Tentunya dengan mengubah tokoh, alur cerita serta endingnya. Namun, semuanya tentu kembali pada gaya menulis masing-masing. Yang pasti, aktifitas membaca dan menulis tak bisa dipisahkan.

Itulah beberapa kiat yang bisa dilakukan untuk membantu kita belajar deep writing. Semoga kiat-kiat sederhana ini dapat bermanfaat. Khususnya kepada para master di Akademi Menulis Kreatif, semoga ilmu yang telah diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat.

(Ary H. Attasiky – Islamic Writer Educator 19 Dzulqo’dah 1437 H)

*) Isi tulisan ini tidak ada hubungannya dengan buku Deep Writing yang ditulis Eric Maisel
     

Sabtu, 20 Agustus 2016

"Hujan di Tengah Hari"

Hujan itu masih tipis
Kala tengah hari naik
Kabarkan musim nan rintik
Gerimis pun mulai singgah
Menyapa kuncup payung basah
Bertarian bersama pelangi siang

Masih terasa kering pelepah
Rumput teki tepian lembah
Seputar dalam sungai desa
Nyanyian sang anak gembala
Takjub nian bermain air
Bersua kolam pematang baru

Gumam meriah tumpah ruah
Melanda hamparan tanah kemarau
Seribu malam mulai menunggu
Pagi bercampur rindu teriakan
Terjawab waktu kemarin usahakan
Janji pelihara menumbuh benih

Liputan hantaran dekapkan hadapan
Tanaman asam halaman menghijau
Posisi miliki asa terdepan
Menampung rembesan kata angan
Tanah resapan melingkup risau
Angin riang menggeraikan dedaunan

Enam bulan bergelut menghadang
Badai berjemur minat tualang
Meski mandi panjang sebentar
Kini serasa lama setahun
Baju tunai kokoh tergelar
Saksi putih telah memihak pilihan

Penuh guratan senyum membayang
Pulih sudah suram duka
Cerah ceria kini jelas tergambar
Pentaskan muka berberkas bahagia
Dekatkan waktu kita untuk menakar
Menyiapkan layar dan terkembang

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 20/08/2016

"Berair Pikir"

Potongan malam
Pisau tajam
Menggores
Mengulas
Fakta
Data

Arahnya benderang
Menyingkap terang
Tikungan
Jalinan
Jernih
Pilih

Memetik buah
Dalam bedah
Ungkap
Gelap
Berair
Pikir

Kain pandang
Jalan panjang
Tugas
Manis
Jejak
Jarak

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 18/08/2016

Kamis, 18 Agustus 2016

Para Pahlawan

Tertatih kaki menggusur lelah
Peluh keringat bercucuran sudah
Menyiram luka yang merekah
Melelehkan merahnya darah
 
Meski luka bertambah parah
Para pahlawan tak surut langkah
Angkat senjata usir penjajah
Gemakan takbir, Jihad fi sabilillah
 
Menerjang peluru bertameng dada
Lawan para penjajah durjana
Bebaskan negeri Indonesia
Songsong predikat syuhada

Maut menjemput di pertempuran
Syahadah terakhir terucap lisan
Tersenyum penuh kebahagiaan
Penduduk langit pun memberi sambutan

Wahai para pahlawan
Tekadmu telah terpatri iman
Juangmu berpedoman Al Quran
Bagimu, hanya Allah-lah sebagai tujuan

(Ary H. – 16 Dzulqo’dah 1437 H)

Selasa, 16 Agustus 2016

"Yang Kunanti"

Aku tidaklah menanti
Saat kau mulai mendekat
Menghampiri

Aku tidaklah berpikir
Kau akan coba berusaha
Menegur

Aku tidaklah ingin
Menatap lekat kerling mata
Sinaran

Aku tidaklah kenal
Sebuah kata tentang sebutan
Inisial

Aku hanya kesal
Ini bukanlah tempat perasaan
Sesal

Aku hanya inginkan
Bisa buktikan sanggup miliki
Kesungguhan

Aku hanya jujur
Jangan kecewakan bila kepercayaan
Benar

Aku hanya menanti
Saat kau mengikat niat
Suci

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 15/08/2016

"Harta di Atas Meja"

Maaf,
Terpaksa ditolak
Kuharus tetap bergiat
Karena bulat berpegang akad

Teratas
Meja usang
Tukang ketik kertas
Lebih asyik ketimbang piknik

Menyimpan
Karunia emas
Menyimpul deret terangsur
Hanya lewat ruang terpendam

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 13/08/2016

Sabtu, 13 Agustus 2016

Bubble Succes Vs True Succes

Teringat sebuah istilah di dunia ekonomi, Bubble Ekonomi. Sebuah kondisi yang menggambarkan kemajuan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, tetapi bobrok karena hanya ditopang kerapuhan serta ketidakpastian. Sehingga, pertumbuhan ekonominya ibarat seseorang yang meniup bubble gum (permen karet), terus mengembang sampai batas tertentu, lalu meletus seketika.
Bila diukur dengan materi dan jabatan yang dimiliki, tidak sedikit orang yang terkategori sukses di tengah masyarakat. Bahkan kita melihatnya dengan penuh “Wah!”. Namun banyak fakta membuktikan, kesuksesan tersebut pun bisa hanya menjadi gelembung semata. Kesuksesan yang mengandung potensi kehancuran.
Kita mengenal para selebriti seperti Michael Jackson, Marlyn Monroe, Whitney Houstan serta sederet nama tenar lainnya. Dibalik ketenaran dan kekayaannya, hidup mereka berujung pada depresi yang berat. Atau kalangan pebisnis seperti Allen Stanford -pimpinan Stanford Financial-, Bjorgolfur –CEO West Ham United FC, sekaligus orang terkaya di Islandia- serta Alberto Vilar –Investor Amerika yang terkenal dermawan, hidup mereka berujung hukuman karena tindakan kriminal yang dilakukan. Atau kalangan ilmuwan seperti Alan Turing –bapak ilmu komputer modern-, Edwin Armstrong –penemu radio FM-, serta Hans Berger –penemu EEG- serta masih banyak yang lainnya. Hidup mereka berujung pada stress dan bunuh diri. Mereka adalah orang-orang yang tidak betah dengan kesuksesannya. Sebuah bubble succes.
Kaum muslim juga mengenal para penguasa seperti Fir’aun serta Namruz, kekuasaan mereka yang sangat besar hanya berujung pada kebinasaan. Atau kita juga pernah membaca kisah Tsa’labah, yang menjadi lalai ibadah setelah hartanya berlimpah. Tentu, kesuksesan tidak hanya terukur dengan ketenaran, ilmu, harta serta jabatan semata. Bila hanya materi yang dijadikan pengukur kesuksesan, hanya akan mengantarkan manusia pada Bubble Succes.
Tidak menjadikan materi semata sebagai pengukur kesuksesan bukan berarti menafikan kebutuhan manusia terhadapnya. Untuk meraih keseimbangan hidup, nilai materi tetap harus diraih sebagaimana nilai-nilai lainnya, seperti nilai akhlak (seperti kejujuran), nilai kemanusiaan (seperti membantu orang lain) serta nilai spiritual (seperti ibadah). Karena itulah, Islam mewajibkan bekerja dan mencari nafkah.
Namun adakalanya usaha dan hasil tidak selalu berbanding lurus, di sinilah kita penting untuk memahami konsep True Succes (Kesuksesan Hakiki). Sebuah kesuksesan yang posisinya lebih tinggi di atas kesuksesan kita dalam meraih nilai apapun dalam hidup kita.
True Succes (kesuksesan hakiki) dapat diraih tatkala manusia menyertakan ruh dalam peraihan nilai-nilai hidupnya. Ruh berupa kesadaran akan dirinya sebagai makhluk Pencipta. Kesadaran untuk menyertakan ketundukan atas setiap ketetapan serta aturan-Nya. Kesuksesan hakiki akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan dan ketenangan batin. Selalu bersyukur dan semakin dekat dengan Sang Pencipta. Ia akan menjadi pembawa kemaslahatan bagi setiap insan.
Mungkin saat ini kita akan sulit membayangkan, ada seorang yang kehilangan harta, kemewahan, keluarga serta kedudukan. Kemudian ia menjadi seorang yang sangat miskin, hingga sehari makan dan beberapa hari menahan lapar. Bahkan di akhir hayatnya, ia hanya berpakaian kasar. Sehingga ketika hendak dikebumikan, bagian kakinya hanya ditutup oleh rerumputan ikhdzir. Akan tetapi, ia menjadi orang yang sangat sukses dalam hidupnya. Dialah Mush’ab Bin Umair r.a., duta Islam pertama yang berperan dalam mengislamkan Madinah.
Ternyata True Succes bukan hanya diraih oleh orang yang kekurangan harta, ia juga dapat diraih saudagar kaya. Seorang saudagar yang pernah menyumbangkan 700 unta beserta muatannya yang penuh dagangan, 500 kuda serta 1500 kendaraan penuh muatan untuk kepentingan jihad di jalan Allah. Pun menjual tanahnya seharga 40 ribu Dinar (sekitar 98,6 milyar rupiah) untuk dibagikan kepada ummul mukminin dan fakir miskin. Dialah Abdurrahman bin Auf r.a.
Saudagar kaya yang pernah menangis ketika hendak menyantap makanan, selera makannya hilang tiba-tiba seraya berkata : “Mush’ab bin Umair telah gugur sebagai syahid. Ia jauh lebib baik dariku. Ia dikafani dengan selembar kain. Jika ditutupkan ke kepalanya, kakinya kelihatan. Jika ditutupkan ke kakinya, kepalanya kelihatan. Hamzah juga telah gugur sebagai syahid. Dia jauh lebih baik dariku. Ia tidak memiliki kafan kecuali selembar kain. Namun sekarang, kita diberi kekayaan dunia begini berlimpah. Aku khawatir, ini adalah pahala kebaikan yang disegerakan.” Masya Allah! Ia benar-benar saudagar super kaya yang selalu sadar akan posisinya sebagai makhluk Allah Swt.
Kesuksesan hakiki pun telah diraih oleh seorang penguasa. Seorang kepala daerah yang diberi tunjangan senilai 4000-6000 dinar dalam setahun (821 juta s.d. 1,2 milyar rupiah perbulan), tetapi ia tak mengambilnya sedikit pun bahkan membagikannya kembali. Ia menghidupi dirinya dengan menganyam keranjang dari daun kurma. Ia membeli daun kurma seharga satu dirham, dibuat keranjang lalu dijual seharga tiga dirham. Satu dirham digunakan sebagai modal, satu dirham untuk nafkah keluarga dan satu dirham lagi untuk sedekah. Dialah Salman Al Farisi. Putra bangsawan Persia yang rela meninggalkan semua kemewahannya, lalu berjuang mencari kebenaran hakiki dari satu guru ke guru yang lain, hingga akhirnya ia dipertemukan dengan Islam.
Para bangsawan pun tak kalah ketinggalan, sejarah mencatat seorang bangsawan yang mampu meraih True Succes dalam hidupnya. Dialah Usaid Bin Hudhair r.a. Bangsawan pembesar yang penuh kezuhudan. Egonya tertundukkan iman dan ketaatannya kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Dia menjadi seorang penengah di tengah perdebatan sengit para sahabat di Saqifah Bani Sa’adah. Pasca wafat Rasulullah Saw, sekelompok Anshar yang diketuai Sa’d Bin Ubadah menuntut bahwa merekalah yang berhak menduduki kursi khalifah.
Di tengah perdebatan itu, Usiad Bin Hudhair berkata : “Kalian tahu bahwa Rasulullah berasal dari kaum Muhajirin. Karena itu, Khalifah yang menggantikannya juga semestinya dari Kaum Muhajirin. Kami Kaum Anshar adalah para pembela Rasulullah. Karena itu, hari ini kami juga harus menjadi pembela Khalifah yang menggantikan Rasulullah.” Hingga ketika Usaid Bin Hudlair wafat, para pengantar jenazah mengulang-ulang sabda Rasulullah Saw, “sebaik-baik laki-laki adalah Usaid bin Hudhair.”
Begitu pula kesuksesan hakiki dapat diraih oleh seorang prajurit, mantan budak belian yang tidak jelas siapa ayahnya. Sehingga namanya hanya dikaitkan dengan orang yang telah memerdekakannya, dialah Salim Maula Abu Hudzaifah (Salim mantan budak Abu Hudzaifah). Ketaqwaan dan keshalihannya telah mengangkatnya menjadi tokoh Islam terkemuka. Seorang prajurit yang berani menegur tegas panglima besar Khalid  Bin Walid, ketika ia menyelisihi perintah Rasul Saw. Saat Rasulullah mengirim beberapa pasukan kecil untuk berdakwah (bukan untuk berperang) ke kampung-kampung Arab di sekeliling Mekkah, terjadi insiden yang menyebabkan penggunaan senjata dan peperangan. Salim terus menerus mengingatkan Khalid, bahkan tiada henti-hentinya memohon ampun kepada Allah Swt, “Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari perbuatan yang dilakukan Khalid.”
Pilihan sikapnya yang tegas untuk mengingatkan Khalid ternyata tepat. Sikap Salim inilah yang meredakan kemarahan Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah Saw bertanya mengenai  insiden peperangan tersebut, “Adakah yang menentangnya (menentang Khalid, pen.)?”. Kemudian para sahabat menjawab, “Ada, Salim Maula Abu Hudzaifah.” Sungguh ia seorang rakyat, prajurit serta mantan budak belian yang sadar akan posisinya, bahwa kemuliaan seseorang hanyalah terletak pada ketaqwaannya.
Sebelum meninggal dunia, Umar r.a. pernah berpesan, “Seandainya Salim (Maula Abu Hudzaifah, pen.) masih hidup, pasti aku serahkan urusan Khalifah kepadanya setelah kematianku.”
Itulah sedikit kisah True Succes yang telah diraih manusia, siapa pun dia serta di manapun posisi dan kedudukannya. Mereka adalah para manusia mulia yang tidak lain adalah sahabat dan binaan Rasulullah Saw. Mereka begitu mengagumkan hingga terlihat laksana manusia fiktif dalam dongeng sebelum tidur. Seolah tak pernah ada manusia-manusia seperti itu. Para manusia yang mampu meraih berbagai nilai dalam hidupnya dengan tetap membawa ruhnya, yakni kesadaran akan dirinya sebagai makhluk Allah Swt. Semoga kita dapat mengikuti jejak-jejak mereka, menjadi orang-orang sukses meraih berbagai nilai dalam kehidupan, seraya diiringi kesadaran bahwa kita adalah hamba Allah Swt. Aamiiin. (Ary H. – Penulis di Akademi Menulis Kreatif)

Daftar Bacaan :
  •  The Model. Nopriadi Hermani, Ph.D.
  • Rijalun Haula Rasulillah (ed. terj.). Khalid Muhammad Khalid

Jumat, 12 Agustus 2016

"Umi"

Umi
Ijinkan kumendekati
Meski dengan terus usil ulahku
Dan izinkanku tetap memanggilmu

Umi
Meski bukan lewat rahimmu
Aku berada di dunia ini
Tapi lewat tanganmu
Aku berada di jalan  dakwah ini

Nor Aliyah
Kandangan, (Kalsel) 09/08/2016

"Pena Dakwah"

Syair peradaban
Terang menuju kebangkitan
Pena ajaib terangkat
Beramal dari hati dan pemikiran
Terimalah lembar kosong untuk kau tulisi
Runcingkan harapan
Pegang hati dengan murni
Rautlah
Sambung dan teruskan
Hapus kesalahan dahulu
Bersama melukis garis lurus
Ambillah bagianmu dan sebarkan
Sebanyak bilangan cinta dan keikhlasan

Nor Aliyah
Kandangan (Kalsel), 10/08/2016

Kamis, 11 Agustus 2016

"Membenci untuk Merindukan"

Aku membenci kelupaan
Untuk mengingatkan masa kegemilangan

Aku membenci ketakutan
Untuk merengkuhkan batang kesahajaan

Aku membenci keterpurukan
Untuk meletakkan hisab keadilan

Aku membenci keterjajahan
Untuk membaharukan pesan kebangkitan

Aku membenci kesombongan
Untuk membelakan syariat kerahmatan

Aku membenci keangkuhan
Untuk merindukan diterapkan keagungan

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 11/08/2016

Selasa, 09 Agustus 2016

"Saudara yang Istimewa"

Seuntai canda waktu rehat
Memboncengi obat resah
Karenamu aku mampu sederhana

Saat aku mematut cermin
Berkaca mendapati bayanganmu
Ada bukti mirip pembelahan yang adil

Kenangan jernih masa bagian itu
Dulu kita satu di sebuah dinding
Menghimpun suasana kepingan sel kecil

Kita tak selalu berdekatan
Namun tak pernah merasa berjauhan
Ada janji layaknya pengikat jiwa kita

Kita menguatkan keyakinan
Pokok cita menggantung asa
Kita sanggup mengarungi hamparan dunia

Interaksi masa ada suka ada amarah
Aspek yang diidentikkan sebagai berdua
Ciri beda pengaruh fitrah tiada memisahkan

Kita tertawa bermain melepas duka
Kadang menutup sempurna bertangisan
Kita pun saling memberi dukung selaras mimpi

Saudaraku yang istimewa
Ikatan denganmu membesarkan kesamaan
Kita adalah pengibar bendera generasi terbaik

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 09/08/2016

"Tugas Kata Hubung"

Kala memulai masalah ucapan
Dan kau tercengang memikirkan
Lalu berkecamuklah perang perasaan
Untuk mencari cercah kilauan
Menemukan hilang dalamnya peradaban
Itulah tugas yang tengah dilupakan
Akhirnya, kita sadar membangunkan
Membina kembali hubungan keumatan

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 08/08/2016

"Kau Masih Mengingatku"

Aku senang
Kau masih mengingatku

Mengungkapkan dalam kenang
Dalam serangkuman mengenaliku

Di antara tajuk rindang
Aku masih terlihat olehmu

Aku pun ingin sama mengulang
Mendoakan curahan kebaikan untukmu

Nor Aniyah
Kandangan (KalSel), 07/08/2016

"Serius"

Dinding penuh tempelan
Merasa kehebatan jiwa
Santai tapi tetap terarah

Kutepati capaian tugas ini serius
Mencetus tuang bara juang
Menuliskan hingga titik terakhir

Dengan penuh aku percaya
Mimpi itu akan terpimpin
Menuju rintisan perwujudan

Nor Aniyah
Kandangan, (KalSel), 06/08/2016

Minggu, 07 Agustus 2016

Agar Buku Tak Sekedar Jadi Koleksi

sumber gambar : bruziati.files.wordpress.com


Membeli buku tetapi tak dibaca, duh sayang sekali jadinya. Bisa jadi karena semangat membeli buku belum sebanding dengan semangat membacanya. Sehingga buku yang dibeli hanya sekedar menjadi koleksi. Buku di rak tertata rapih, indah dipandang namun tidak terjamah. Padahal jika dijumlah dengan rupiah, tentu tidaklah murah.
Tidak semua orang senang membeli buku, tetapi sungguh sayang jika hanya sekedar jadi pajangan. Karena itulah, koleksi buku kita mesti dihidupkan. Selain agar uang yang telah dikeluarkan tidak menjadi percuma, menghidupkan buku koleksi juga bisa menjadi ladang amal jariyah.
Supaya buku yang dibeli tak sekedar menjadi koleksi, ada beberapa tips yang bisa Anda coba.
1)   Dari yang Disukai Menuju yang Dibutuhkan
Tak sedikit dari kita lebih mengutamakan buku yang dibutuhkan, meskipun tidak disukai. Padahal, pertimbangan tersebut tidak sepenuhnya benar. Selain hanya akan menambah tumpukan buku di rumah, hal itu juga bisa mendegradasi minat baca keluarga. Sebaiknya, pilihlah genre-genre buku yang disukai anggota keluarga, meskipun tentunya tetap dengan seleksi akan kandungannya. Jika kita suka novel, utamakan membeli buku-buku novel. Karena hal itu akan membuat kita semangat membacanya. Saat ini, banyak sekali pilihan-pilihan novel-novel dengan konten islami dan berkualitas.
Setelah semangat membaca kita terjaga, barulah kita membeli buku-buku yang dibutuhkan. Apa prioritasnya? tentunya, visi dan misi pribadi dan keluarga-lah yang dijadikan panduan.
2)   Ketahuilah Isi Buku Sebelum Anda Membelinya
Seringkali judul buku dibuat untuk menarik minat konsumen. Padahal isinya belum tentu sesuai harapan. Karena itulah penting bagi kita untuk mencari informasi tentang isi buku sebelum membelinya. Pastikan isi buku yang kita beli sesuai dengan yang kita bayangkan. Caranya bisa dengan membuka daftar isinya, atau membacanya dengan acak mulai halaman depan, tengah lalu belakang. Jangan sungkan-sungkan untuk minta ijin kepada pemilik atau penjaga toko, supaya kita bisa membuka segelnya. Tentu dengan alasan untuk mengetahui isinya sebelum kita membelinya. Jika tidak diperbolehkan, kita bisa membaca penjelasan ringkasan isi yang biasanya terdapat pada bagian belakang covernya, atau bisa juga dengan menjelajahi dunia maya.  Jangan sampai kita kecewa ketika sudah membelinya, pas sampai di rumah, eh isinya ternyata jauh dari  yang kita duga.  
3)   Bukan Sekedar Murah
Siapa sih yang tidak ingin membeli barang dengan harga murah? semuanya pasti suka. Tapi perlu diingat, bahwa harga murah bukan berarti gratis atau tanpa rupiah. Buat apa kita membayar sesuatu yang dipastikan tidak akan bermanfaat ke depannya. Meskipun bisa saja buku yang murah lebih bermanfaat dibandingkan buku yang mahal. Tetapi jangan sampai buku murah tersebut bukan buku yang disukai, serta bukan pula yang dibutuhkan. Akhirnya, berakhir di rak sebagai pajangan.
Supaya tidak terjebak promo buku murah, listlah daftar buku yang ingin dibeli dan dibutuhkan. Sehingga ketika ada promo buku murah, kita bisa menyeleksi buku mana saja yang masuk dalam target pembelian.   
4)   Buatlah Program Membaca di Rumah
Punya koleksi satu buah buku yang dibacakan kepada anggota keluarga, jauh lebih bermanfaat dibandingkan punya koleksi segudang tetapi hanya jadi pajangan. Karena itulah, carilah waktu luang keluarga untuk berkumpul dan membaca buku bersama. Sebagai perangsang minat, bacakan satu buku secara rutin. Utamakan buku-buku kisah-kisah yang ringan, bukan buku-buku yang bersifat pemikiran.  
Bagi yang sudah berkeluarga, program membaca di rumah juga bisa dibuat dengan sayembara. Kita bisa menyiapkan hadiah menarik untuk anak-anak kita yang menamatkan buku bacaannya. Tak perlu mahal-mahal. Malahan jika anak sudah keranjingan membaca, bisa jadi mereka minta buku bacaan sebagai hadiahnya.
5)   Tak Perlu Alergi dengan Berantakan
Seringkali kita tidak terbiasa dengan kondisi berantakan. Bahkan terkait buku sekalipun. Seolah-olah buku tak terjamah di rak, jauh lebih indah daripada berantakan di lantai dan kasur. Padahal, bukankah kita membeli buku untuk dibaca? Bila demikian, biarlah para anggota keluarga menikmati cara membacanya masing-masing. Karena bisa jadi itulah cara mereka menikmati aktifitas membaca. Ada lho, orang yang buku bacaannya harus tetap tersimpan di tempat terakhir ia membacanya. Bahkan jika kita memindahkannya, selera bacanya pun lalu menghilang.
6)   Menulislah
Membaca dan menulis tak bisa dipisahkan. Jika mentok membaca karena malas, menulislah. Koleksi buku-buku di rumah bisa terbagi dua, yakni yang disukai atau  yang dibutuhkan. Biasanya kita berkutat pada buku-buku yang kita sukai saja. Padahal kita seringkali mengoleksi juga buku-buku yang kira-kira akan dibutuhkan, biasanya buku-buku yang dibutuhkan masuk dalam kategori buku rujukan. Dengan aktifitas menulis, koleksi buku rujukan tersebut akan menjadi hidup. Menulislah tentang isu yang aktual, karena temanya pasti akan berganti dan beragam. Dengan demikian, koleksi buku-buku kita akan terjamah semua. Bila sedang ramai isu tentang menikah dini, minimal buku-buku fikih wanita, psikologi, pergaulan Islam, serta pendidikan anak akan keluar dari rak kita. Tapi, rujukan kan bisa kita cari juga via internet? Bagi penulis, merujuk pada buku sumber jauh lebih memuaskan dan membahagiakan.
Itulah beberapa tips yang bisa dicoba untuk menghidupkan koleksi buku di rumah. Beberapa tips tadi hanyalah eksplorasi penulis. Tidak menutup kemungkinan, Anda pun memiliki tips-tips lain yang bisa diterapkan, bahkan lebih sesuai dengan keadaan di rumah. Ala kulli hal, Semoga tips-tips ini aplikatif dan bermanfaat. Aamiin.
(Ary H. – Islamic Writer Educator / 5 Dzulqo’dah 1437 H – 8 Agustus 2016)  

Haruskah Nikah Dini?

Wow, surprise.

Itulah reaksi pertama saya, begitu baca berita pernikahan dini seorang ustadz muda. Hingga kini beritanya booming di mana-mana. Di-up semua media. Dan meruaplah pro-kontra. Itu sudah pasti.
Di negeri yang kental liberalisasi ini, semua berhak memberikan pendapatnya. Dibedahlah itu fakta dari berbagai sisi.

Bagi kontra nikah dini, muncul kekhawatiran dengan diblow-upnya berita pernikahan ini. Kuatir menginspirasi. Maka diungkaplah berbagai data statistik agar tercapai justifikasi.

Kabarnya, nih, hasil survey Plan Indonesia sebanyak 44% pelaku pernikahan dini mengalami KDRT.  Kesimpulan pun mengarah pada perlunya merevisi usia pernikahan perempuan yang selama ini timpang dibandingkan laki-laki sebagaimana yang diatur dalam UU Perkawinan saat ini.

Hanya saja, perlu dipertanyakan juga. Apakah KDRT penyebabnya adalah semata-mata usia? Kalau usia hanyalah satu dari sekian faktor, mengapa solusinya mentok di revisi usia perkawinan? Bagaimana dengan stress masalah ekonomi, tekanan kriminalitas, godaan pornografi-pornoaksi yang melibas semua umur, narkoba/miras dan lain-lain?

Terus, diungkap juga, kabarnya di provinsi Jawa barat Barat tingkat perceraian sangat tinggi dari tahun ke tahun. Perbandingan pada tahun 2013 hingga Oktober 2014  mengalami tingkat angka perceraian hampir mencapai 10% dibanding jumlah pernikahan. Artinya, peningkatan angka perceraian cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian dikatakan Kepala Subbag Informasi dan Humas Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jabar, Abdurrahim, pada Seminar Pendewasaan Usia Perkawinan di Bandungbeberapa waktu lalu. Lebih lanjut Abdurrahim menyatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah pernikahan usia dini.

Tuh, kan, hanya salah satu penyebab. Bagaimana dengan penyebab lainnya? Saya jadi mikir sendiri, yang bermasalah itu usianya atau pendewasaannya?

Lalu ada lagi data dari riskesdas 2010, jumlah kematian ibu karena terlalu muda melahirkan sebanyak 2,6 %.

Lalu, yang 7,4% nya gimana? Terus penyebab kematian ibu melahirkan di usia muda, apa sudah ditelusur baik-baik? Jangan-jangan karena faktor kurang gizi, kurang pengetahuan, tak punya duit buat ongkos bersalin, atau prosedur bpjs yang bebelit-belit. Bukan semata-mata tersebab usia.

Lalu, yang melahirkan di luar nikah, apa udah dimasukin ke data statistik? Ternyata banyak juga tuh abg melahirkan yang sehat-sehat saja. Bahkan melahirkannya ada yang di dalam WC, tanpa pertolongan memadai.

Saya di sini cuma mau obyektif saja melihat fakta.

Nah, bagi yang pro-nikah dini, ada juga data tandingannya. Tuh, lihat, tingginya angka gaul bebas di kalangan remaja. Yang kena Hiv/Aids ternyata kebanyakan adalah remaja. Belum lagi married by accident. LGBT? Oh no, remaja juga ketularan gaya gaul jenis ini.

Hasil penelitian Yayasan Kesuma Buana (dalam http:/www.acicis.murdoch.edu.au, diakses pada 10 Maret 2012) “menunjukkan bahwa sebanyak 10.3% dari 3,594 remaja di 12 kota besar di Indonesia telah melakukan hubungan seks bebas”, berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 % remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks bebas. Celakanya perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan (doyan selingkuh maksudnya). Ini di mungkinkan karena longgarnya kontrolan orang tua pada mereka.

Pakar seks juga spesialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar 5 % pada tahun 1980, menjadi 20 % pada tahun 2000. Gunawan, (2011:52)

Data tersebut sejalan dengan survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010, 52 persen remaja Medan sudah melakukan seks bebas yang berdampak kepada terjangkitnya penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), (dikutif dari www.kompas.co.id diakses pada tanggal 20 Maret 2012). Ini artinya setiap tahunnya fenomena seks bebas atau perilaku sek pra-nikah yang dilakukan remaja terus mengalami peningkatan bahkan menambah korban penularan PMS (penyakit menular seks).

Perilaku seks bebas yang melanda remaja sering sekali menimbulkan kecemasan para orang tua, pendidik, pemerintah, para ulama dan lain-lain. Untuk itu, perlu dilakukan penanganan sedini mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti aborsi. Aborsi adalah dampak paling berbahaya dari seks bebas, yang dari tahun ke tahun semakin banyak dilakukan remaja di indonesia Sebanyak 62,7% remaja SMP tidak perawan dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.Perilaku seks bebas pada remaja tersebar di kota dan desa pada tingkat ekonomi kaya dan miskin.

Departemen kesehatan RI mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi pada remaja atau 30% dari total 2 juta kasus dimana sebagian besar dilakukan oleh dukun. Dari penelitian yang dilakukan PKBI tahun 2005 di 9 kota mengenai aborsi dengan 37.685 responden, 27% dilakukan oleh klien yang belum menikah dan biasanya sudah mengupayakan aborsi terlebih dahulu secara sendiri dengan meminum jamu khusus. Sementara 21,8% dilakukan oleh klien dengan kehamilan lanjut dan tidak dapat dilayani permintaan aborsinya.

Kalau dilihat-lihat, dibanding-banding, kok kayaknya lebih parah data akibat pergaulan bebas remaja, ya? Jadi kalo kita mau ngerem nikah dini, apa kita punya solusi buat persoalan gaul bebas dan kawan-kawannya?
 
Realitas berbicara, arus kebebasan sudah merajalela. Kebebasan ekspresi dan berpendapat, menguar, mencuci otak remaja. Filter diserahkan ke diri masing-masing.

Peran negara? Tukang nyalahin orangtua. Bikin kebijakan semena-mena. Minta dukungan sana sini supaya dapat dukungan untuk memberantas nikah dini. Tapi tidak bertanggungjawab membendung arus kebebasan. Tak memberi batasan jelas makna pornografi dan pornoaksi. Katanya sih takut melanggar HAM. Komitmen minimalis memblokir situs porno yang bikin narkolema. Belum lagi sistem pendidikan yang tidak mendewasakan remaja. Disuruh mikir studi terus biar cepat dapat kerja. Ujung-ujungnya, keluarga yang dituntut membentengi remaja.

Lah, berapa persen sih keluarga yang paham untuk membentengi anaknya dari pengaruh merusak? Dan seberapa kuat mereka membendung arus yang dibuka kerannya, justru oleh penguasa?

Geleng-geleng kepala saya.

Kembali ke data statistik kontra nikah dini tadi. Jika persentasi kemudharatan yang terjadi oleh nikah dini, toh, ternyata didominasi oleh faktor di luar usia, maka solusi seharusnya diarahkan ke sana.

So, dengan berbagai keruwetan ini, haruskah nikah dini diperdebatkan?

Pe-er ke depannya bagi yang terinspirasi (kayaknya saya, nih), kudu nyiapin anak sebaik-baiknya. Kalo anaknya perempuan, disiapin jadi calon ibu rumah tangga yang baik dan benar, upps, shalihah maksudnya. Nah, kalo laki-laki, siapin jadi imam rumah tangga yang shalih kayak Alvin. Plus satu lagi yang tak kalah penting, jadikan dia generasi teladan, pioner, perubah menuju peradaban gemilang.

#Eva, Kandangan, Kalsel, 7 agustus 2016