Senin, 22 Agustus 2016

Deep Writing

Deep Writing *)

Tulisan ini terinspirasi dari materi yang pernah disampaikan Sang Mentor gila baca, Mas Nafiudin. Beliau menekankan pentingnya deep reading (membaca secara serius, pen.) bagi seorang penulis. Nah, di sinilah saya tergelitik untuk menulis tentang deep writing (menulis secara serius, pen.).

Pentingnya deep reading dilatarbelakangi adanya kesulitan orang untuk mengingat apa yang telah dibaca. Semua itu terjadi karena kebiasaan membaca secara sekilas, sehingga apa yang kita baca tidak langsung tersimpan di memori. Membaca di internet, status dan pesan pendek dan sebagainya, itulah yang menjadi faktor penghambat deep reading. Hal ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan aktifitas menulis. Karena pada era digital sekarang ini, hampir setiap kita senang menulis, yang paling sering adalah menulis pesan dan status di media daring. Tetapi, mungkin hanya sedikit di antara kita yang bisa menuangkannya menjadi sebuah tulisan utuh. Mengapa? tentunya bukan karena kita tidak bisa menulis, tetapi hanya karena belum terbiasa melakukan deep writing.

Padahal, di antara ribuan pesan dan status yang pernah kita tulis, pasti sebagiannya ada yang bermanfaat untuk orang banyak. Sayang sekali jika ia dibiarkan berlalu begitu saja. Oleh karena itu, setelah terbiasa menulis apapun setiap hari, kita bisa up grade diri kita dengan melakukan deep writing.

Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa membantu kita melakukan deep writing, yaitu :

1) Sediakan waktu luang.
Menulis secara serius tanpa waktu luang tentu agak susah, terutama bagi para pemula. Meskipun bagi para penulis mayor bisa jadi merupakan sesuatu hal yang mudah. Waktu luang yang dimaksud tidak mesti waktu khusus, meskipun itu lebih dianjurkan. Di sela-sela waktu luang ketika bekerja, atau sembari menunggu masakan matang juga bisa. Yang penting, kita sejenak mengkhususkannya untuk menulis. Biar saja barang sepuluh menitan, tidak menjadi masalah. Minimal kita bisa menuangkan sebuah kerangka. Pada waktu yang lain, bisa kita kembangkan menjadi sebuah tulisan utuh.

2) Bebaskan diri sejenak dari akifitas online.
Supaya serius menulis, lepaskan dulu gadget anda. Jika pun anda menggunakan android untuk menulis, offline-kanlah terlebih dahulu. Curahkanlah dulu semua pikiran pada apa yang anda tuliskan. Tentunya, sesuai kerangka yang telah anda buat. Jika tulisan berupa opini, sesuaikanlah dengan kerangka opini. Mulai dari fakta pengantar, masalah, solusi masalah dan ajakan untuk mengikuti solusi yang anda tawarkan. Adapun jika tulisan berupa cerpen, mulailah menulis sesuai alur cerita, peran, konflik serta penyelesaian konflik yang anda buat.

Aktifitas online bisa memudarkan fokus anda. Dalam pembuatan opini dan artikel, aktifitas online terkadang dibutuhkan untuk memperkaya data dan analisa, tetapi saya tidak menyarankan dilakukan di awal aktifitas menulis. Karena aktifitas itu bisa mengganggu kerangka analisa yang telah anda buat. Bisa-bisa anda malah terbawa dengan alur opini milik orang lain. Begitu pula dalam pembuatan cerpen, yang sangat membutuhkan pelibatan hati dan perasaan mengolah kata-katanya. Tentunya semua itu akan terganggu dengan aktifitas online.

3) Khusus opini dan artikel, sertakan fakta dan data yang relevan.
Menyertakan fakta dan data dalam sebuah artikel dan opini sangatlah penting. Fakta bisa dikutip dari sebuah kejadian heboh, misal ketika kita sedang menulis masalah pergaulan kita bisa menyertakan fakta tentang remaja yang membakar diri karena diputuskan pacar. Sedangkan data tentang aborsi akibat KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan) bisa diturunkan dari data rata-rata tahunan menjadi data rata-rata harian. Misalnya ketika Sdri. Fahira Idris menyampaikan 50 orang meninggal karena miras dalam setiap harinya. Hal itu lebih mengena untuk dibayangkan pembaca dibandingkan data 18.250 orang meninggal dalam setiap tahun.  

4) Gunakan Show not tell, untuk penulisan puisi dan cerpen
Tips ini merupakan salah satu materi di Akademi Menulis Kreatif. Show not tell menggambarkan apa yang dituliskan bukan sekedar menceritakan. Misalnya ketika Hamka bermaksud menyampaikan “Saat kamu kecil, ibumu meninggal karena sakit.” di dalam novel Tenggelamnya Van Der Wicjk, beliau menuliskannya, “engkau masih merangkak-rangkak di lantai dan saya duduk di kalang hulu ibumu memasukkan obat ke dalam mulutnya. Nafasnya sesak turun naik, dan hatinya rupanya sangat dukacita akan meninggalkan dunia yang fana ini.”

5) Membaca untuk dapat menulis atau menulis untuk terdorong membaca
Menulis apa yang sudah dibaca atau membaca untuk memenuhi isi tulisan, keduanya sama saja. Kita bisa memilih salah satunya. Untuk pembuatan artikel dan opini kita butuh buku referensi. Perbedaan keduanya terletak pada kutipan. Untuk tulisan artikel kita bisa mengutip buku apa adanya kemudian menyertakan keterangan sumber di catatan kaki. Adapun untuk tulisan tipe opini, apa yang dibaca dari buku referensi dituangkan dengan gaya bahasa sendiri. Tulisan opini pun tidak perlu menyertakan referensinya secara detail sebagaimana artikel.

Sedangkan untuk dapat membuat cerpen yang bersifat fiksi, kita mesti banyak membaca karya fiksi terlebih dulu. Hal ini terkait dengan pembiasaan diri menuangkan tokoh dan konflik. Bahkan di Akademi Menulis Kreatif, diperkenalkan latihan mengubah karya fiksi orang lain menjadi karya fiksi sendiri. Tentunya dengan mengubah tokoh, alur cerita serta endingnya. Namun, semuanya tentu kembali pada gaya menulis masing-masing. Yang pasti, aktifitas membaca dan menulis tak bisa dipisahkan.

Itulah beberapa kiat yang bisa dilakukan untuk membantu kita belajar deep writing. Semoga kiat-kiat sederhana ini dapat bermanfaat. Khususnya kepada para master di Akademi Menulis Kreatif, semoga ilmu yang telah diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat.

(Ary H. Attasiky – Islamic Writer Educator 19 Dzulqo’dah 1437 H)

*) Isi tulisan ini tidak ada hubungannya dengan buku Deep Writing yang ditulis Eric Maisel
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar